PENDAHULUAN

Proses kehidupan manusia selalu membawa anggota tubuhnya kesetiap tempat untuk
bergerak sambil berinteraksi dengan lingkungannya. Proses perpindahan tubuh ini sering disebut
dengan aktivitas fisik. Aktivitas fisik yang menjadi kebutuhan primer untuk mempertahankan
eksistensi manusia sebagai sebuah sistem. Sesuai dengan hak asasi manusia (HAM), setiap
individu memiliki hak kebebasan untuk beraktivitas secara fisik. Atas dasar itu, setiap individu
memiliki hak akses terhadap aktivitas jasmani untuk pengembangan pribadi seutuhnya. Aktivitas
jasmani merupakan sekolah kehidupan karena dapat mengajarkan nilai-nilai berupa keterampilan
hidup yang esensial untuk kehidupan manusia. Oleh karena itu, aktivitas jasmani difasilitasi oleh
institusi pendidikan melalui pembelajaran pendidikan jasmani dan olahraga dari mulai taman
kanak-kanak, pendidikan dasar, menengah hingga pendidikan tinggi.
Pentingnya pendidikan jasmani dan olahraga dan olahraga dalam pola pendidikan di
Indonesia telah dirumuskan oleh pemerintah berupa Undang-undang No. 20 tahun 2003 khusus
mengenai Kurikulum pendidikan dasar dan menengah telah dirumuskan pada pasal 42 yang
wajib memuat mata-mata pelajaran sebagai berikut: (1) pendidikan agama, (2) pendidikan
kewarganegaraan, (3) bahasa, (4) matematika, (5) ilmu pengetahuan alam, (6) ilmu pengetahuan
sosial, (7) seni dan budaya, (8) pendidikan jasmani dan olahraga dan olahraga, (9)
keterampilan/kejuruan, dan (10) muatan lokal. Dengan ditetapkan pendidikan jasmani dan
olahraga dan olahraga sebagai mata pelajaran yang wajib diberikan di sekolah telah
membuktikan akan pentingnya pendidikan jasmani dan olahraga dan olahraga diajarkan mulai
tingkat SD hingga SLTA. Hal tersebut menunjukkan bahwa pendidikan jasmani dan olahraga
dan olahraga telah menjadi bagian integral dari keseluruhan pendidikan.
Sebagai bagian integral dari pendidikan secara keseluruhan, pendidikan jasmani dan
olahraga merupakan mata pelajaran yang memiliki kedudukan strategis dalam pembangunan






ESENSI PEMBELAJARAN PENDIDIKAN
JASMANI DAN OLAHRAGA
Bahan Belajar Mandiri
sumber daya manusia (SDM). Secara filosofis mengenai pendidikan jasmani dan olahraga
dikemukakan oleh Corbin, et. al., (1979:1) bahwa, “Being physically educated is an important
part of one’s total education.” Maksudnya, pendidikan jasmani dan olahraga dan olahraga
merupakan bagian terpenting dari pendidikan secara keseluruhan. Hal ini pula dikemukakan oleh
Rusli Lutan (1999:1), “Nyaring disuarakan upaya untuk kembali ke asal, pendidikan jasmani dan
olahraga merupakan medium pendidikan yang bersifat menyeluruh.” Demikian pula halnya
dengan pendidikan jasmani dan olahraga di SD yang menjadi bagian tak terpisahkan dari
program pendidikan secara keseluruhan. Sebagai salah satu aspek pendidikan di SD, pendidikan
jasmani dan olahraga bertujuan untuk mengembangkan aspek kognitif, afektif, dan psikomotor
melalui aktivitas jasmani.
Secara umum modul 1 ini ingin menjelaskan berbagai hal berkaitan dengan: proses
pelaksanaan belajar dan mengajar pendidikan jasmani dan olahraga di SD, cara menggunakan
fasilitas dalam pembelajaran pendidikan jasmani dan olahraga di SD, menggunakan strategi
dalam pembelajaran pendidikan jasmani dan olahraga di SD, dan melakukan evaluasi dalam
pembelajaran pendidikan jasmani dan olahraga di SD.
Setelah dengan seksama mempelajari modul ini, secara khusus Anda diharapkan dapat:
1. Menjelaskan proses pelaksanaan belajar dan mengajar pendidikan jasmani dan olahraga di
SD
2. Menjelaskan cara menggunakan fasilitas dalam pembelajaran pendidikan jasmani dan
olahraga di SD
3. Menjelaskan cara menggunakan strategi dalam pembelajaran pendidikan jasmani dan
olahraga di SD
4. Menjelaskan cara melakukan evaluasi dalam pembelajaran pendidikan jasmani dan olahraga
di SD
Untuk membantu Anda mencapai tujuan tersebut, modul ini diorganisasikan menjadi
empat Kegiatan Belajar (KB), sebagai berikut:
KB 1: Pelaksanaan PBM Pendidikan jasmani dan olahraga
KB 2: Fasilitas Pembelajaran Pendidikan jasmani dan olahraga
KB 3: Strategi Pembelajaran Pendidikan jasmani dan olahraga
KB 4: Evaluasi Pembelajaran Pendidikan jasmani dan olahraga.
Untuk membantu Anda dalam mempelajari BBM ini, ada baiknya diperhatikan beberapa
petunjuk belajar berikut ini:
1. Bacalah dengan cermat bagian pendahuluan ini sampai Anda memahami secara tuntas
tentang apa, untuk apa, dan bagaimana mempelajari behan belajar ini.
2. Baca sepintas bagian demi bagian dan temukan kata-kata kunci dari kata-kata yang dianggap
baru. Carilah dan baca pengertian kata-kata kunci tersebut dalam kamus yang Anda miliki.
3. tangkaplan pengertian demi pengertian melalui pemahaman sendiri dan tukar pikiran dengan
mahasiswa lain atau dengan tutor Anda.
4. Untuk memperluas wawasan, baca dan pelajari sumberu-sumber lain yang relevan. Anda
dapat menemukan bacaan dari berbagai sumber, termasuk dari internet.
5. Mantapkan pemahaman Anda dengan mengerjakan latihan dan melalui kegiatan diskusi
dalam kegiatan tutorial dengan mahasiswa lainnya atau tempat sejawat.
6. Jangan dilewatkan untuk mencoba menjawab soal-soal yang dituliskan pada setiap akhir
kegiatan belajar. Hal ini berguna untuk mengetahui apakah Anda sudah memahami dengan
benar kandungan bahan belajar ini.
Kegiatan Belajar 1
PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
PENDIDIKAN JASMANI DAN OLAHRAGA DI SD
PENGANTAR
Pelaksanaan pembelajaran pendidikan jasmani dan olahraga di SD akan berjalan efektif
apabila semua unsur bersinergi. Unsur-unsur yang ada didalamnya adalah guru, kepala sekolah
dan fasilitas pendukung PBM. Guru menjadi bagian utama dalam pelaksanaan pembelajaran.
Oleh karena itu, kompetensi guru harus dipelihara agar tetap memiliki motivasi untuk berinovasi
dalam melakukan persiapan pembelajarannya, termasuk persiapan peserta didik. Persiapan
peserta didik untuk mendapatkan pengalaman belajar dengan memberikan beberapa pengantar
yang merujuk pada komponen antisipasi. Dalam membuka pelajaran guru mempersiapkan
peserta didik dengan mengembangkan minat mereka pada pelajaran tersebut. Dalam
mempersiapkan peserta didik guru menyampaikan apa yang akan dipelajari dan hubungannya
dengan pelajaran sebelumnya dan aktivitas saat ini atau yang akan datang. Hal ini penting untuk
melibatkan peserta didik secara aktif. Pertanyaan, alat bantu visual, dan diskusi kelas adalah
beberapa aktivitas yang digunakan sebagai pembuka. Pembuka ini akan memberikan awal dalam
pikiran para peserta didik. Oleh karena komponen pembuka ini seharusnya singkat dan padat,
sehingga akan lebih memberikan kebebasan pada guru untuk mengembangkan bahan sendiri.
A. Proses Belajar Mengajar Pendidikan Jasmani dan Olahraga di SD
Proses belajar mengajar (PBM) merupakan interaksi berkelanjutan antara perilaku guru
dan perilaku peserta didik (Mosston dan Asworth, 1994). Dalam pelaksanaan proses belajar
mengajar pendidikan jasmani dan olahraga, keempat faktor ini tidak dapat dipisahkan satu sama
lain, yaitu; (1) tujuan, (2) materi, (3) metoda, dan (4) evaluasi. Di antara beberapa faktor penting
untuk mencapai pengajaran pendidikan jasmani dan olahraga yang berhasil adalah perumusan
tujuan. Pentingnya kedudukan tujuan untuk menentukan materi yang akan dilakukan oleh para
peserta didik. Salah satu prinsip penting dalam pendidikan jasmani dan olahraga adalah
partisipasi peserta didik secara penuh dan merata. Oleh karena itu guru pendidikan jasmani dan
olahraga harus memperhatikan kepentingan setiap peserta didik.
Interrelasi antara keempat komponen dalam Proses Belajar Mengajar (PBM) dapat
digambarkan sebagai berikut:
Gambar 1: Interrelasi PBM
Dalam PBM akan terjadi suatu transfer dari guru kepada peserta didik atau sebaliknya.
Ada tiga aspek yang terkait dengan transfer belajar, yaitu:
a. Peranan transfer dalam kondisi belajar skill seperti mempertimbangkan drill dalam sepak
bola atau memperhatikan hasil latihan melakukan tembakan bebas dalam permainan bola
basket dengan melakukan tembakan bebas pada saat bertanding.
b. Bagaimana transfer itu diukur? Transfer ini dapat diestimasi peningkatan atau penurunan
keterampilan sebagai hasil dari latihan atau pengalaman dan transfer ini pula dapat bersifat
positif atau negatif tergantung pada tugasnya.
c. Transfer sebagai sebuah kriteria untuk belajar seperti tes retensi. Dalam hal ini ada dua
kriteria transfer yaitu: (1) near transfer artinya tujuan belajar yang relatif sama dengan tugas
latihan dan (2) far transfer artinya tujuan belajar berbeda dengan kondisi latihan yang
sesungguhnya.
GURU
Mengajar
Rencana
EVALUASI
PESERTA
DIDIK Belajar TUJUAN
Di kalangan ahli psikologi terdapat keragaman dalam cara menjelaskan dan
mendefinisikan tentang belajar (learning). Walaupun demikian, secara eksplisit maupun implisit
pada akhirnya terdapat kesamaan maknanya, yakni bahwa belajar itu selalu menunjukkan kepada
suatu proses perubahan perilaku atau pribadi seseorang berdasarkan praktek atau pengalaman
tertentu. Secara visual perubahan perilaku atau pribadi tersebut menurut Di Vesta dan Tompson
(1970) secara mendasar dapat digambarkan sebagai berikut:
Perilaku
Gambar 2: Proses perubahan setelah belajar
Perubahan ini mungkin merupakan suatu penemuan informasi atau penguasaan suatu
keterampilan baru sama sekali, seperti kasus perilaku X pada gambar di atas. Mungkin juga
bersifat penambahan atau perkayaan dari informasi atau pengetahuan atau keterampilan yang
telah ada, seperti kasus Y pada gambar di atas. Bahkan mungkin pula merupakan reduksi atau
menghilangkan sifat kepribadian tertentu atau perilaku tertentu yang dikehendaki (misalnya
kebiasaan merokok, ekspresi marah, dan rasa takut) seperti kasus perilaku atau sifat kepribadian
Z pada gambar di atas.
Kesiapan belajar merupakan kondisi yang harus mendapat perhatian pertama sebelum
kegiatan belajar. Tanpa kesiapan peserta didik untuk belajar mustahil terjadi proses belajar
mengajar di sekolah. Untuk mengetahui kesiapan peserta didik sebelum PBM itu dimulai, maka
guru terlebih dahulu harus melakukan langkah-langkah seperti memberikan perhatian,
memberikan motivasi, dan memeriksa perkembangan kesiapan.
Perhatian ini sangat perlu manakala peserta didik akan melakukan sejenis pengamatan.
Peserta didik harus memperhatikan peragaan dari guru, melihat gambar, dan bukan bercakapcakap
dengan teman atau mengganggu teman. Guru harus melakukan berbagai cara agar peserta
Perilaku/pribadi
sesudah belajar
(post learning)
X1 = (X+1) = 1
Y1 = (Y+1) = 2
Z1 = (Z -1) = 0
Pengalaman,
praktek,
latihan
(learning
experiences)
Perilaku/priba
di sebelum
belajar
X = 0
Y = 1
Z = 1
didik dapat memberikan perhatiannya saat proses belajar dan mengajar tengah berlangsung.
Untuk dapat mengembangkan perhatian peserta didik bukan sesuatu yang mudah namun
diperlukan kiat-kiat khusus, seperti menyajikan sesuatu yang belum peserta didik kenali.
Sehingga merangsang peserta didik untuk mencari tahu. Selain itu juga dalam menyampaikan
pelajaran guru hendaknya memulai dari yang mudah hingga sukar.
Motivasi merupakan sesuatu hal yang sangat penting dalam proses pembelajaran di
sekolah. Setidaknya para peserta didik harus memiliki motivasi untuk belajar di sekolah. Tanpa
motivasi sukar bagi peserta didik untuk berkembang dalam belajarnya. Guru sangat berperan
dalam menumbuh kembangkan motivasi pada peserta didik. Meskipun munculnya motivasi itu
dengan sedikit memberi paksaan kepada mereka. Lambat laun akan muncul kesadarannya untuk
belajar menurut keinginannya sendiri. Motivasi terbagi kedalam dua bagian, yaitu; motivasi
instrinsik dan motivasi ekstrinsik. Untuk meningkatkan motivasi instrinsik sangat diperlukan
motivasi kuat dari luar dirinya. Peserta didik harus diberikan penghargaan berupa pujian, angka
yang baik, rasa keberhasilan, dan sebagainya sehingga peserta didik lebih tertarik oleh pelajaran.
Kesuksesan yang diraih dalam interaksinya dengan lingkungan belajar dapat menimbulkan rasa
puas. Kondisi ini merupakan sumber motivasi. Apabila terus-menerus muncul pada diri peserta
didik, maka ia akan sanggup untuk belajar sepanjang hidupnya.
Dapat atau tidaknya peserta didik terlibat dalam proses belajar akan sangat ditentukan
oleh kesiapannya untuk belajar. Teori Piaget membedakan perkembangan kesiapan peserta didik
dilihat dari aspek kognitif. Perbedaan dalam perkembangan kesiapan peserta didik di sekolah
disebabkan oleh perbedaan dalam kemampuan intelektual dan keterampilan motorik yang telah
dipelajari sebelumnya. Oleh karena itu, guru harus mempertimbangkan secara sungguh ketiga
hal pokok tersebut sebagai upaya meningkatkan mutu hasil belajar peserta didik.
1. Pendidikan jasmani dan olahraga di SD
Pendidikan jasmani dan olahraga merupakan upaya agar dapat mengaktualisasikan
seluruh potensi aktivitasnya sebagai manusia berupa sikap, tindakan dan karya yang diberi
bentuk, isi dan arah menuju kebulatan pribadi sesuai cita-cita kemanusiaan. Dalam beberapa
literatur terdapat berbagai definisi tentang pendidikan jasmani dan olahraga yang bervariasi
antara satu dengan lainnya. Kesamaan pandangan mengenai pendidikan jasmani dan olahraga
adalah terletak pada gerak jasmani. Dalam hal ini Supandi (1990:29) mengemukakan bahwa
“Pendidikan jasmani dan olahraga adalah suatu aktivitas yang menggunakan fisik atau tubuh
sebagai alat untuk mencapai tujuan melalui aktivitas-aktivitas jasmani.”
Aktivitas jasmani dalam pengertian ini dipaparkan sebagai kegiatan pelaku gerak untuk
meningkatkan keterampilan motorik dan nilai-nilai fungsional yang mencakup aspek kognitif,
afektif, dan sosial. Aktivitas ini harus dipilih dan disesuaikan dengan tingkat perkembangan
pelaku. Melalui kegiatan keolahragaan diharapkan pelaku atau pengguna akan tumbuh dan
berkembang secara sehat, dan segar jasmaninya, serta dapat berkembang kepribadiannya agar
lebih harmonis.
Pendidikan jasmani dan olahraga di SD telah menjadi bagian dari proses dari pendidikan
secara keseluruhan dengan maksud untuk mengubah perilaku peserta didik. Dalam hal ini
sebagaimana yang dikemukakan Abdul Gafur yang dikutip oleh Lutan dan Cholik (1997:14)
yaitu: Pembelajaran olahraga adalah suatu proses yang dilakukan secara sadar dan sistematis
melalui berbagai kegiatan jasmani untuk memperoleh pertumbuhan jasmani, kesehatan dan
kesegaran jasmani, kemampuan dan keterampilan, kecerdasan dan perkembangan watak serta
kepribadian yang harmonis dalam rangka membentuk manusia Indonesia seutuhnya yang
berkualitas berdasarkan Pancasila.
Selain mengubah perilaku pengguna, olahraga melalui aktivitas jasmani senantiasa
mengupayakan untuk mencapai tujuan pendidikan itu sendiri. Pangrazi dan Victor (1995:1)
menjelaskan bahwa “Sport education is a part of the total program that contributed primarily
through movement experiences to the total growth and development of all users.” Maksudnya
adalah olahraga merupakan bagian dari pendidikan secara umum yang tentunya dapat
memberikan kontribusi, terutama melalui pengalaman-pengalaman gerak agar secara
menyeluruh penggunanya dapat tumbuh dan berkembang kea rah yang lebih baik daripada
sebelumnya. Kesamaan pandangan mengenai pendidikan jasmani dan olahraga adalah terletak
pada pendidikan melalui gerak jasmani. Dalam hal ini Supandi (1990:29) mengemukakan bahwa
“Pendidikan jasmani dan olahraga adalah suatu pendidikan yang menggunakan aktivitas fisik
sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan.”
Aktivitas jasmani dalam pengertian ini dipaparkan sebagai kegiatan anak didik untuk
meningkatkan keterampilan motorik dan nilai-nilai fungsional yang mencakup aspek kognitif,
afektif, psikomotorik dan sosial. Aktivitas ini harus dipilih dan disesuaikan dengan tingkat
perkembangan peserta didik. Melalui kegiatan pendidikan jasmani dan olahraga diharapkan
peserta didik akan tumbuh dan berkembang secara sehat, dan segar jasmaninya, serta dapat
berkembang kepribadiannya agar lebih harmonis dalam menjalankan kehidupannya sekarang
maupun yang akan datang.
Sasaran yang demikian kompleks telah menjadikan pendidikan jasmani dan olahraga
menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari pendidikan lainnya. Karena kontribusinya sudah
dapat dirasakan oleh anak didik maupun pendidik dalam mata pelajaran lainnya. Para guru di
sekolah telah merasakan bahwa pembelajaran pendidikan jasmani dan olahraga yang
dilaksanakan secara baik akan memberi dampak positif dalam mendukung kualitas pembelajaran
lainnya. Hal inilah yang mendorong guru pendidikan jasmani untuk lebih sungguh-sungguh
dalam menjalankan tugasnya selama persiapan, pelaksanaan, maupun penilaian pembelajaran
pendidikan jasmani dan olahraga di sekolah baik pendidikan dasar, menengah pertama, maupun
menengah atas. Karena nilai-nilai pendidikan yang melekat dalam pembelajaran pendidikan
jasmani dan olahraga lebih fokus pada penanaman budaya gerak yang berimplikasi pada domain
lain yang ada pada setiap individu.
Jadi perubahan budaya merupakan tujuan yang ingin dicapai melalui pendidikan jasmani
dan olahraga. Perubahan kearah yang lebih baik diharapkan akan menjadi suatu kepemilikan
pada setiap anak didik. Dengan keanekaragaman nilai yang dapat diakomodasi melalui
pembelajaran pendidikan jasmani dan olahraga diharapkan akan menjadikannya sesuatu yang
berkontribusi positif dalam melakukan suatu perubahan yang diharapkan oleh anak didik.
Banyak pakar pendidikan jasmani dan olahraga yang telah merumuskan mengenai kontribusi
pendidikan jasmani dan olahraga diantaranya Tamura dan Amung (2003:10) yang telah
melakukan serangkaian penelitian pada anak tingkat dasar menjelaskan, “Pendidikan jasmani
dan olahraga merupakan mata pelajaran yang sifatnya wajib diajarkan di SD karena memiliki
nilai-nilai positif yang tercakup didalamnya.” Uraian selengkapnya sebagai berikut:
Olahraga
Prestasi
Gerak Fisik dan
Aktivitas
Budaya Gerak
Gambar 3
Konsep Budaya Gerak yang dibangun dalam
Pendidikan jasmani dan olahraga
Gambar 3 di atas mengilustrasikan bagaimana pentingnya pendidikan jasmani dan
olahraga bagi siswa SD, terutama dalam membangun kualitas hidup dan sikap sosialnya. Para
siswa akan terbentuk kualitas fisiknya, sikap mental, moral dan sosialnya melalui pendidikan
jasmani dan olahraga atau aktivitas fisik yang didapatinya di sekolah. Yang pada akhirnya akan
Dasar Kualitas Hidup dan Masyarakat
A. Olahraga
B. Rekreasi
Kecerdasan Kesehatan
Moral dan
emosi Sosialisasi
melahirkan sumber daya manusia (SDM) yang sehat dan cerdas guna mendukung terciptanya
manusia yang paripurna (well being).
2. Konsep Pengembangan PBM Pendidikan Jasmani dan Olahraga
Proses belajar mengajar (PBM) merupakan interaksi berkelanjutan antara perilaku guru
dan perilaku siswa (Mosston dan Asworth, 1994). Dalam pelaksanaan proses belajar mengajar
pendidikan jasmani dan olahraga keempat faktor ini tidak dapat dipisahkan satu sama lain, yaitu;
tujuan, materi, metoda, dan evaluasi. Di antara beberapa faktor penting untuk mencapai
pengajaran pendidikan jasmani dan olahraga yang berhasil adalah perumusan tujuan. Pentingnya
kedudukan tujuan untuk menentukan materi yang akan dilakukan oleh para siswa. Salah satu
prinsip penting dalam pendidikan jasmani dan olahraga adalah partisipasi siswa secara penuh dan
merata. Oleh karena itu, guru pendidikan jasmani dan olahraga harus memperhatikan
kepentingan setiap siswa. Siswa didorong untuk mendapatkan pengalaman belajar adalah berupa
pengantar yang merujuk pada komponen antisipasi. Dalam membuka pelajaran guru
mempersiapkan siswa dengan mengembangkan minat mereka pada pelajaran tersebut. Dalam
mempersiapkan siswa guru menyampaikan apa yang akan dipelajari dan hubungannya dengan
pelajaran sebelumnya dan aktivitas saat ini atau yang akan datang.
Sebenarnya pendidikan jasmani dan olahraga itu memiliki kekayaan yang sangat besar
dalam pembelajaran sebagaimana Lutan (1997:7) paparkan yang dikutip dari Rijsdorp sebagai
berikut, “Tujuan pendidikan jasmani dan olahraga, yaitu: (a) pembentukan gerak, (b)
pembentukan prestasi, (c) pembentukan sosial, dan (d) pertumbuhan.” Rumusan ini sudah
digariskan di dalam kurikulum pendidikan keolahragaan dan GBHN, yaitu:
_ Tercapainya pertumbuhan perkembangan jasmani khususnya tinggi badan dan berat badan
secara harmonis.
_ Terbentuknya sikap dan perilaku disiplin, sportivitas, kerja sama, mengikuti peraturan dan
ketentuan yang berlaku.
_ Menyenangi aktivitas jasmani yang dapat dipakai untuk mengisi waktu luang serta kebiasaan
hidup sehat.
_ Mempunyai kemampuan untuk menjelaskan tentang manfaat pendidikan jasmani dan
olahraga, keterampilan gerak yang benar dan efisien.
_ Meningkatkan kesegaran jasmani dan kesehatan, serta daya tahan tubuh terhadap penyakit.
Dengan demikian, tujuan dari pendidikan jasmani dan olahraga adalah untuk
mengembangkan kondisi fisik, mental, sosial, moral, spiritual, dan intelektual supaya pengguna
lebih mandiri yang sesuai dengan keadaan dirinya. Oleh karena itu untuk mendasari semua
tujuan pembelajaran tersebut perlu adanya landasan yang kokoh dalam pendidikan jasmani dan
olahraga.
3. Landasan Pendidikan Jasmani dan Olahraga
Pendidikan jasmani dan olahraga memiliki peran penting dalam mengembangkan sumber
daya manusia. Pada tataran individu, pendidikan jasmani dan olahraga dapat mengembangkan
pola hidup sehat, mengurangi tekanan atau stres, meningkatkan kinerja, meningkatkan daya
saing, dan membentuk sikap dan perilaku yang prososial. Dalam tataran pembangunan
masyarakat olahraga dapat membangun masyarakat yang memiliki “social capital” yang tinggi
terutama masyarakat yang memiliki rasa kebersamaan, solidaritas, saling percaya di antara
anggota masyarakat, dan kelancaran komunikasi antara anggota masyarakat karena adanya
hubungan melalui pengembangan kegiatan fisik di sekolah atau di masyarakat.
Peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan upaya panjang yang menuntut
ketekunan dan kesadaran semua pihak. Secara filosofis, kegiatan jasmani sudah menjadi bagian
yang tidak terpisahkan dari program pendidikan secara keseluruhan. Sebagai salah satu aspek
pendidikan telah dirancang guna mengembangkan aspek kognitif, afektif, dan psikomotor
melalui aktivitas jasmani. Bahkan menurut pandangan Sinikka Kahila (1995:196) memaparkan
bahwa, ”Physical education can be seen as a very remarkable socializing environment because it
has some meaningful characteristics which can be used as educational instrumens.”
Maksudnya, kegiatan jasmani dapat dilihat sebagai sebuah lingkungan sosial yang sangat luar
biasa sebab kegiatan olahraga memiliki beberapa karakteristik yang berguna yang dapat
digunakan sebagai instrumen pendidikan.
Paparan tersebut memberi informasi bahwa kegiatan olahraga dapat dijadikan salah satu
pendekatan dalam pengajaran pendidikan jasmani dan olahraga di SD. Sebagai mana yang
Sinikka Kahila (1995:194) bahwa, “Cooperation in physical education as a teaching method in
learning social behavior and making friends.” Maksudnya, kerjasama dalam kegiatan jasmani
sebagai sebuah metode dalam belajar perilaku sosial dan mencari teman. Bahkan hasil studi yang
dilakukan Sinikka Kahila (1995:199) menunjukkan bahwa, “Prosocial behavior can be learned
by practice in situations specially designed for that purpose and that concrete interactive
relations are essential preconditions for learning social skills, such as giving psychological
support, caring about other people, taking others into consideration, giving concrete assistance
like verbal and physical help, advice and corrections.” Maksudnya, perilaku prososial dapat
dipelajari melalui latihan dalam situasi dengan rancangan khusus untuk tujuan tertentu dan
hubungan interaktif yang konkret merupakan prekondisi dalam belajar keterampilan sosial,
seperti membei dukungan psikologis, memberi perhatian pada orang lain, memberi pertimbangan
pada orang lain, memberi pertolongan yang konkret secara lisan dan perbuatan, memberi saran
dan koreksian.
Kondisi-kondisi semacam ini dalam interaksi sosial menjadi kepedulian pertama tentang
orang lain tetapi juga mempunyai perasaan bertanggung jawab. Dalam mewujudkan sikap
kerjasama ini perlu sikap saling memberi dan menerima satu sama lain. Sinikka Kahila
(1995:201) memaparkan bahwa,”Cooperation also requires giving and receiving help, advice
and feedback.” Maksudnya, kerjasama juga memerlukan sikap saling memberi dan menerima
bantuan, memberi saran dan umpan balik.
Landasan pendidikan jasmani dan olahraga bagi semua orang (sport for all) makin
memasyarakat, karena olahraga sifatnya terbuka bagi semua lapisan sesuai dengan kemampuan,
kesenangan, dan kesempatan. Tanpa membedakan hak, status sosial, atau derajat di masyarakat
olahraga tetap dan akan tetap menjadi miliki semua lapisan.
4. Meningkatkan Sportivitas melalui Pendidikan Jasmani dan Olahraga
Sportivitas merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam konteks keolahragaan.
Tujuan hakiki yang ingin dibangun melalui kegiatan olahraga adalah menjadikan anak bangsa
yang memiliki jiwa sportivitas, karena dengan sportivitas ini perilaku anak didik lebih berjiwa
besar untuk dapat menerima kekalahan dan tidak sombong dalam meraih kemenangan. Selain itu
juga nilai sportivitas ini pula yang menjadikan pendidikan jasmani dan olahraga dan olahraga
sebagai bagian integral dari pendidikan secara keseluruhan.
Tingkat sportivitas seseorang dalam kegiatan jasmani sangat ditentukan oleh
motivasinya. Hartmut Gabler (1995:239) memaparkan bahwa, “The summary of reasons for fair
action shows that the intrinsic motivation is stronger than the extrinsic motivation. This applies
especially for the two dimensions “Empathy as a reason for fairness” and “Fairness due to
superior social systems of values and norms.” Maksudnya, alasan mengapa seseorang
berperilaku jujur ditunjukkan oleh motivasi, adapun motivasi yang paling tinggi pengaruhnya
terhadap perilaku jujur adalah motivasi intrinsik daripada motivasi ekstrinsik Ini secara khusus
menerapkan dua dimensi yaitu empati sebagai alasan sportivitas dan sportivitas menjadi hukum
sistem sosial yang berupa nilai-nilai dan norma.
Jadi, kesimpulannya adalah bahwa sportivitas harus menjadi instrumen dalam
menjadikan anak didik yang jujur dalam berakativitas serta tidak muncul perilaku menyimpang.
Selain itu juga untuk mengurangi bahaya terjadinya cedera sangatlah kuat, namun dimensi
sportivitas merupakan instrumen untuk meraih tujuan performa menjadi agak lemah. Karena
setiap orang harus mampu merasakan apa yang dirasakan orang lain dengan mengurangi sikap
melukai atau mencederai.
5. Pendidikan Jasmani dan Olahraga serta Nilai Moral
Ide ini muncul karena ada isu mengenai pendidikan moral, agresi dan ide mengenai
sportivitas dalam kegiatan jasmani. Isu ini cukup menarik dengan mengaitkannya dengan bentuk
kekerasan dalam olahraga. Lebih dari 20 tahun terjadi peningkatan yang berarti mengenai
kekerasan dalam olahraga dan telah menjadi perhatian serius bagi pemerintah, pendidik, dan
siswa.
Apabila memperhatikan filosofi yang terkandung dalam olahraga nilai dan norma sangat
kental di dalamnya. Namun, banyak kekerasan yang muncul setiap kali aktivitas itu dilakukan
tentu banyak faktor penyebabnya. Yang lebih dominan tentunya adalah faktor motivasi intrinsik
pada setiap pelaku kegiatan. Berdasarkan hasil penelitian Peiser (1995:251) menjelaskan bahwa,
“Physical education teachers are faced with the problem of having to distance themselves from
particularly populer sports if they want to prevent the inherent violence in these sports during
their lessons.” Maksudnya, pendidik dihadapkan dengan persoalan cabang olahraga yang tidak
mengenal jarak antara pelakunya apabila mereka ingin mencegah terjadinya kekerasan dalam
olahraga selama kegiatan itu dilakukan. Memang sangat disadari sekali bahwa ada beberapa
cabang olahraga yang tidak bisa menghindari terjadinya tidak ada body contact seperti sepak
bola, bola basket, tinju, karate, dsb. Tentu saja cabang-cabang tersebut sering kali memunculkan
tindakan kekerasan yang sulit untuk dihindarkan.
Sulit untuk menjeneralisasi mengenai semua program olahraga. Program-program
tersebut berbeda dari yang satu dengan yang lainnya. Namun, olahraga tidak mempunyai tempat
di sekolah atau sekolah dasar melainkan olahraga menjadi bagian yang legitimasi dari program
pendidikan dan diterima menjadi salah satu tujuan pendidikan.
Hingga saat ini tidak ada bukti yang konsisten bahwa olahraga di sekolah berdampak
negatif bagi para pelaku dan penikmat olahraga. Tentu saja banyak sekolah, orang tua, dan anakanak
remaja yang tidak mengindahkan tujuan pendidikan dan mereka lebih mengejar
kemenangan dan predikat juara. Olahraga dapat menggairahkan dan orang yang tergabung
dengan tim sekolah kadang-kadang memerlukan bimbingan untuk tetap berada pada programprogram
yang telah ditentukan agar seimbang antara waktu sekolah, latihan, dan istirahat. Selain
guru, orang tua juga harus peka terhadap tujuan pendidikan anak-anaknya.
Program olahraga antar sekolah biasanya melahirkan semangat bersekolah. Tetapi hal itu
tidak diketahui manakala spirit tersebut memberikan kontribusi terhadap prestasi belajar siswa.
Aktivitas sekolah dapat digunakan untuk wahana pengalaman, tetapi olahraga memberi siswa
aktivitas sosial yang unik yang dapat menjadikan sekolah sebagai tempat yang menarik.
LATIHAN 1
Petunjuk: Jawablah pertanyaan di bawah ini secara jelas dan tepat pada lembar tugas yang Anda
miliki!
1. Jelaskan 4 tahap dalam proses belajar mengajar (PBM) pendidikan jasmani dan olahraga?
2. Jelaskan beberapa perubahan yang terjadi setelah peserta didik diberikan serangkaian
pembelajaran pendidikan jasmani dan olahraga?
3. Jelaskan perubahan budaya yang dialami peserta didik melalui pembelajaran pendidikan
jasmani dan olahraga?
4. Jelaskan nilai-nilai moral apa saja yang dapat diakomodasi melalui pembelajaran pendidikan
jasmani dan olahraga?
Rambu-rambu jawaban:
Untuk menjawab soal latihan secara lengkap, Anda dapat mengacu pada uraian materi teori yang
tertuang dalam kegiatan belajar (KB) 1.
1. Tahapan PBM pendidikan jasmani dan olahraga
2. Dampak positif dari pelaksanaan pembelajaran
3. Perubahan budaya yang dihasilkan melalui pendidikan jasmani dan olahraga
4. Nilai-nilai moral melalui pendidikan jasmani dan olahraga
RANGKUMAN
Pelaksanaan proses belajaran mengajar pendidikan jasmani dan olahraga di SD harus
sudah mulai fokus pada program yang mampu mengembangkan semua dimensi dan potensi
peserta didik. Progam pendidikan jasmani dan olahraga harus dapat menjembatani kesenjangan
antara sekolah dan masyarakat di sekitar sekolah. Melalui aktivitas yang beragam itulah
diharapkan pesan pendidikan jasmani dan olahraga dapat diaktualisasikan sehingga mencapai
target pembelajaran yaitu perubahan ke arah positif pada peserta didik. Namun, saat program
tersebut dikontrol oleh orang di luar sekolah, maka ada kecenderungan bahwa tujuan pendidikan
terabaikan. Banyak sekolah yang dapat memanfaatkan pendidikan jasmani dan olahraga sebagai
kendaraan untuk membuat masyarakat mendukung program pendidikan, tetapi tujuan ini sangat
jarang dicapai. Memang program pendidikan jasmani dan olahraga di sekolah tidak akan pernah
sempurna, akan selalu ada keperluan untuk memperbaikinya, karena hanya ada beberapa bagian
saja dari kurikulum. Maksudnya bahwa relevansi pendidikan dengan program tersebut harus
terus diupayakan dalam pelaksanaan pembelajaran pendidikan jasmani dan olahraga di SD.
TES FORMATIF 1
Petunjuk: Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan memilih salah satu jawaban A, B, C, atau D
yang paling tepat, tuangkan pada lembar tugas yang Anda miliki!
1. Dalam pelaksanaan PBM pendidikan jasmani dan olahraga guru harus menentukan:
A. Tujuan, materi dan metode C. Tujuan, metode dan evaluasi
B. Materi dan metode D. Tujuan, metode, materi dan evaluasi
2. Dalam PBM guru adalah kurikulum, oleh karena itu guru harus mampu melakukan yang
terbaik saat mengajar disebut:
A. Aperseptif C. Persuasif
B. Demonstrasif D. Kreatif
3. Pelaksanaan PBM yang efektif akan diwujudkan dengan hasil yang diperoleh berupa:
A. Perubahan C. Keterampilan
B. Kecerdasan D. Motivasi
4. Sportivitas merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam konteks keolahragaan.
Pelaksanaan PBM penjas dan olahraga dapat mewujudkan tujuan tersebut manakala:
A. Siswa aktif C. Programnya tepat
B. Guru serius D. Fasilitas memadai
5. Tujuan pembelajaran pendidikan jasmani dan olahraga di tingkat SD lebih difokuskan pada:
A. Kebugaran jasmani C. Fundamental motor skills
B. Multilateral movement D. Semua benar
BALIKAN DAN TINDAK LANJUT
Cocokanlah jawaban Anda dengan kunci jawaban Tes Formatif 1 yang terdapat pada
bagian akhir Modul ini. Hitunglah jawaban Anda yang benar, kemudian gunakan rumus di
bawah ini untuk mengetahui tingkat penguasaan Anda terhadap materi kegiatan belajar (KB 1).
Rumus:
Jumlah jawaban Anda yang benar
Tingkat Penguasaan = x 100%
5
Arti tingkat penguasaan yang Anda capai:
90 % - 100 % = Baik Sekali
80 % - 89 % = Baik
70 % - 79 % = Cukup
< 69 % = Kurang
Apabila Anda mencapai tingkat penguasaan 80% ke atas, Anda dapat meneruskan dengan
kegiatan belajar, Bagus! Akan tetapi apabila tingkat penguasaan Anda masih di bawah 80%,
maka Anda harus mengulang KB 1 terutama bagian yang belum Anda kuasai.
Kegiatan Belajar 2
FASILITAS PEMBELAJARAN
PENDIDIKAN JASMANI DAN OLAHRAGA DI SD
PENGANTAR
Fasilitas pembelajaran pendidikan jasmani dan olahraga bagi anak SD berupa tersedianya
sarana dan prasarana yang digunakan untuk mencapai tujuan dari proses belajar mengajar dalam
pembelajaran pendidikan jasmani dan olahraga. Pendidikan jasmani dan olahraga memerlukan
sarana media pembelajaran, alat dan perlengkapannya. Alat dan media yang sesuai dengan
kebutuhan dan karakteristik anak SD akan mengembangkan potensi serta keterampilannya secara
optimal. Karena itu, dalam memilih alat dan media yang harus dipakai dalam pembelajaran
pendidikan jasmani dan olahraga bagi anak SD diperlukan pertimbangan yang mendalam.
A. Fungsi Fasilitas Pembelajaran Pendidikan Jasmani dan Olahraga
Fasilitas ini memiliki fungsi dan peran yang sangat strategis dalam pembelajaran. Dengan
alat dan media yang tepat, maka proses pembelajaran akan berjalan dengan baik dan partisipasi
anak dalam PBM akan terwujud. Mempersiapkan pendidikan untuk anak SD perlu sesuatu usaha
bersama antara sekolah, orang tua, dan masyarakat. Teridentifikasi dan terpenuhinya alat dan
media yang dibutuhkan, maka menjadikan PBM dalam tingkat keberhasilannya. Hal ini dapat
mempersiapkan kemandirian anak dalam melakukan aktivitas belajarnya. Pada gilirannya dapat
menciptakan generasi yang sukses dalam tugasnya.
Jadi peran dan fungsi alat dan media pembelajaran pendidikan jasmani dan olahraga di
SD adalah: (1) Meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang mampu bersaing dan
kerjasama di era globalisasi. (2) Meningkatkan keterampilan dan kualitas fisik untuk mendukung
aktivitas sehari-hari. (3) Meningkatkan kemandirian dalam mengikuti intra kurikuler maupun
ekstrakurikuler dan belajar di rumah.
Pembelajaran pendidikan jasmani dan olahraga di SD hendaknya menyediakan berbagai
fasilitas untuk menunjang berbagai program aktivitas yang akan diajarkan guru. Bucher dan
Krotee (2002:309) menjelaskan bahwa, “The activities program in elementary school suggests
what facilities should be available.” Dengan tersedianya fasilitas pembelajaran yang memadai
akan dapat mengoptimalkan kemampuan guru dalam menunjang proses pembelajaran yang
efektif dan efisien dalam pembelajaran pendidikan jasmani dan olahraga. Apalagi pembelajaran
pendidikan jasmani dan olahraga sangat membutuhkan dukungan fasilitas yang memadai guna
menghasilkan proses pembelajaran yang optimal. Oleh karena itu fasilitas pembelajaran harus
dirancang untuk keseluruhan aktivitas yang mendukung potensi anak yang didasarkan pada
tujuan pendidikan secara keseluruhan.
Rink (1993:17) memaparkan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi proses belajar
mengajar pendidikan jasmani dan olahraga, yaitu: (1) motivasi belajar siswa, (2) kemampuan
siswa, (3) kemampuan guru, dan (4) fasilitas pembelajaran. Keempat faktor ini sangat dominan
dalam menentukan keberhasilan dalam proses maupun upaya mencapai tujuan pembelajaran di
sekolah.
Terkait dengan fasilitas pembelajaran, menurut Rink (1993) ada tiga komponen yang
harus dipenuhi, yaitu: (1) sarana pokok, (2) sarana pelengkap, dan (3) sarana penunjang. Ketiga
sarana ini dapat membantu guru dalam mengoptimalkan program pembelajaran agar mencapai
sasaran, yakni terbentuknya kualitas gerak anak serta kemampuan-kemampuan lainnya. Jadi
dukungan fasilitas ini mutlak disiapkan oleh sekolah dan guru sebelum proses belajar mengajar
dilakukan. Karena eksistensinya sangat dirasakan oleh peserta didik dalam mengikuti berbagai
aktivitas yang diprogramkan oleh guru saat PBM pendidikan jasmani dan olahraga berlangsung.
Fasilitas ialah segala sesuatu yang dapat mempermudah atau memperlancar tugas, dan
memiliki sifat yang relatif permanen. Salah satu sifat yang relatif permanen tersebut, adalah
susah untuk dipindah-pindahkan. Contoh : Halaman sekolah, lapangan sepakbola, lapangan bola
basket, lapangan bola voli, gedung serba guna (sport hall), bak lompat jauh, dan sejenisnya.
Untuk kepentingan pembelajaran pendidikan jasmani dan olahraga, prasarana lain yang dpat
dimanfaatkan misalnya: ruang kelas yang kosong, parit, selokan, tangga, taman dengan
kelengkapannya.
Sebagian besar SD tidak memiliki fasilitas pembelajaran untuk kegiatan pendidikan
jasmani dan olahraga yang memadai, baik mutu demikian pula jumlahnya. Padahal sarana,
prasarana dan media pengajaran pendidikan jasmani dan olahraga merupakan salah satu faktor
yang menentukan dalam kegiatan pembelajaran pendidikan jasmani dan olahraga.
Minimnya fasilitas pembelajaran pendidikan jasmani dan olahraga di SD, menuntut guru
pendidikan jasmani dan olahraga lebih kreatif untuk menciptakan peralatan dan perlengkapan
lapangan yang sesuai dengan kondisi siswa dan sekolahnya. Guru yang kreatif akan mampu
menciptakan sesuatu yang baru, atau memodifikasi sesuatu yang sudah ada tetapi disajikan
dengan cara yang lebih menarik, sehingga anak merasa senang mengikuti pelajaran. Halaman
sekolah, ruangan yang kosong, parit, selokan, dan sebagainya yang berada di lingkungan sekolah
dapat direkayasa dan dimanfaatkan untuk mengoptimalkan pembelajaran pendidikan jasmani dan
olahraga di SD.
Dengan melakukan modifikasi fasilitas pembelajaran maupun media pembelajaran
pendidikan jasmani dan olahraga tidak akan mengurangi aktivitas siswa dalam melakukan
pembelajaran. Malahan sebaliknya, karena siswa akan difasilitasi untuk lebih banyak bergerak
serta riang gembira dalam bentuk-bentuk kegiatan berupa pendekatan bermain. Konsep ini
memaparkan kondisi dan lingkungan sekolah yang dapat dimanfaatkan sebagai sarana, prasarana
dan media pengajaran pendidikan jasmani dan olahraga di SD. Di samping itu juga dipaparkan
cara membuat atau pengadaan sarana sederhana yang dapat dikembangkan/dibuat dari bahanbahan
yang ada di sekitar lingkungan siswa.
B. Modifikasi Fasilitas
Pendidikan jasmani dan olahraga merupakan pendidikan yang dilakukan melalui
aktivitas fisik sebagai media utama untuk mencapai tujuan. Bentuk-bentuk aktivitas fisik yang
lazim digunakan oleh anak SD, sesuai dengan muatan yang tercantum dalam kurikulum adalah
bentuk gerak-gerak olahraga, sehingga pendidikan/jasmani SD memuat cabang-cabang olahraga.
Untuk mencapai tujuan tersebut, guru pendidikan jasmani dan olahraga harus dapat
merancang dan melaksanakan pembelajaran pendidikan jasmani dan olahraga sesuai dengan
tahap-tahap perkembangan dan karakteristik anak SD. Memodifikasi sarana merupakan salah
satu upaya yang dapat dilakukan guru pendidikan jasmani dan olahraga SD, agar siswa dapat
mengikuti pelajaran dengan senang.
Lutan (1988) menyatakan, modifikasi dalam mata pelajaran pendidikan jasmani dan
olahraga diperlukan, dengan tujuan agar : (1) siswa memperoleh kepuasan dalam mengikuti
pelajaran, (2) meningkatkan kemungkinan keberhasilan dalam berpartisipasi, dan (3) siswa dapat
melakukan pola gerak secara benar.
Pendekatan modifikasi ini dimaksudkan agar materi yang ada di dalam kurikulum dapat
disajikan sesuai dengan tahap-tahap perkembangan kognitif, afektif, dan psikomotor anak,
sehingga pembelajaran pendidikan jasmani dan olahraga di SD dapat dilakukan secara intensif.
1. Mengapa Dimodifikasi
Keterbatasan fasilitas pembelajaran pendidikan jasmani dan olahraga yang ada di SD
menjadi kendala serius dalam pelaksanaannya. Modifikasi digunakan sebagai salah satu
alternatif pendekatan dalam pembelajaran pendidikan jasmani dan olahraga di SD yang
dilakukan dengan berbagai pertimbangan. Menurut Ngasmain dan Soepartono (1997) alasan
utama perlunya modifikasi adalah : (1) anak bukanlah orang dewasa dalam bentuk kecil,
kematangan fisik dan mental anak belum selengkap orang dewasa, (2) pendekatan pembelajaran
pendidikan jasmani dan olahraga selama ini kurang efektif, hanya bersifai lateral dan monoton,
dan (3) fasilitas pembelajaran pembelajaran pendidikan jasmani dan olahraga yang ada sekarang,
hampir semuanya didesain untuk orang dewasa.
Aussie (1996) mengembangkan modifikasi di Australia dengan pertimbangan: (1) anakanak
belum memiliki kematangan fisik dan emosional seperti orang dewasa, (2) berolahraga
dengan peralatan dan peraturan yang dimodifikasi akan mengurangi cedera pada anak, (3)
olahraga yang dimodifikasi akan mampu mengembangkan keterampilan anak lebih cepat
dibanding dengan peralatan yang standar untuk orang dewasa, dan (4) olahraga yang
dimodifikasi menumbuhkan kegembiraan dan kesenangan pada anak-anak dalam situasi
kompetitif.
Pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pendekatan modifikasi dapat digunakan
sebagai suatu alternatif dalam pembelajaran pendidikan jasmani dan olahraga di SD, karena
pendekatan ini mempertimbangkan tahap-tahap perkembangan dan karakteristik anak, sehingga
anak akan mengikuti pelajaran pendidikan jasmani dan olahraga dengan senang dan gembira.
Dengan melakukan modifikasi, guru pendidikan jasmani dan olahraga akan lebih mudah
menyajikan materi pelajaran yang sulit akan menjadi lebih mudah dan disederhanakan tanpa
harus takut kehilangan makna dari apa yang ia berikan. Anak akan lebih banyak bergerak dalam
berbagai situasi dan kondisi yang dimodifikasi.
2. Apa yang Dimodifikasi
Komponen-komponen penting dalam pembelajaran pendidikan jasmani dan olahraga dan
kesehatan yang dapat dimodifikasi menurut Aussie (1996) meliputi : (1) ukuran, berat atau
bentuk peralatan yang dipergunakan, (2) lapangan permainan, (3) waktu bermain atau lamanya
permainan, (4) peraturan permainan, dan (5) jumlah pemain.
Secara operasional Ateng (1992) mengemukakan modifikasi permainan sebagai berikut :
(1) kurangi jumlah pemain dalam setiap regu, (2) ukuran lapangan diperkecil, (3) waktu bermain
diperpendek, (4) sesuaikan tingkat kesulitan, dan karakteristik anak, (5) sederhanakan alat yang
digunakan, dan (6) ubahlah peraturan menjadi sederhana sesuai dengan kebutuhan, agar
permainan dapat berjalan dengan lancar.
Pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa komponen-komponen yang dapat
dimodifikasi sebagai pendekatan dalam pembelajaran pendidikan jasmani dan olahraga di SD
adalah : (1) ukuran, berat atau bentuk peralatan yang dipergunakan, (2) ukuran lapangan
permainan, (3) lamanya waktu bermain atau lamanya permainan, (4) peraturan permainan yang
digunakan, (5) jumlah pemain atau jumlah siswa yang dilibatkan dalam suatu permainan.
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa sarana dan prasarana sangat
diperlukan untuk menunjang keberhasilan pendidikan jasmani dan olahraga di SD. Sarana yang
memenuhi syarat untuk cabang olahraga tertentu, belum tentu memenuhi syarat untuk digunakan
oleh anak SD. Modifikasi sarana yang sudah ada atau menciptakan yang baru merupakan salah
satu alternatif yang dapat dikembangkan guru sebagai upaya untuk menyesuaikan dengan
karakteristik dan perkembangan anak.
3. Modifikasi Sarana Pembelajaran Atletik
Atletik yang diberikan kepada siswa SD, berbeda dengan atletik untuk orang dewasa atau
untuk pertandingan. Materi atletik yang diberikan, lebih banyak berorientasi pada pembelajaran
pola gerak dasar umum dan pola gerak dasar dominan dari gerak : jalan, lari, lompat dan lempar.
Namun tidak lepas dati unsure-unsur gerak nomor-nomor yang diberikan.
Oleh karena itu banyak sekali alat atau sarana maupun prasarana yang dapat dimodifikasi
untuk melaksanakan kegiatan pembelajaran atletik di SD. Banyak sarana pembelajaran atletik
yang harus dimodifikasi oleh guru agar sesuai dengan tingkat kemampuan siswa.
Modifikasi gawang. Salah satu sarana pembelajaran yang sering dimodifikasi dalam
atletik adalah gawang. Modifikasi gawang untuk belajar lari gawang dapat dilakukan dengan
berbagai cara. Misalnya dibuat dari kayu atau bambu dengan panjang antara 80-100 cm dan
ketinggiannya dapat diubah-ubah dari mulai 15 cm sampai 80 cm. Perhatikan modifikasi untuk
belajar lari gawang pada gambar 1 di bawah ini. Gerak dasar lari gawang biasa juga dilakukan
dengan menata kotak-kotak kardus bekas.
Modifikasi Lompat Jauh dan Jangkit. Gerak dasar lompat jangkit dapat dilakukan dengan
menggunakan kardus yang ditata sedemikian rupa, baik jarak, formasi maupun tinggi atau
lebarnya.
Modifikasi tiang dan mistar lompatan. Apabila tiang dan bilah lompat yang diperlukan
untuk belajar lompat tinggi tidak ada, guru dapat memodifikasinya dengan menggunakan bambu
atau kayu bekas. Tiang diberi penyangga agar tidak jatuh dan diberi paku atau pasak pada setiap
ketinggian tertentu (misal setiap 5 cm) untuk menyimpan mistar lompatan. Perhatiakan gambar
4a di bawah ini. Sementara itu mistar lompatan dapat dibuat dari kayu kecil atau bahan lain yang
lurus.
Modifikasi lompat galah. Mengayun, menggantung dan melompat-lompat merupakan
gerak-gerak yang sangat disenangi oleh anak-anak. Gerak menggantung dan mengayun yang
juga merupakan gerak dasar lompat galah dapat dilakukan pada seutas tambang yang digantung
pada cabang pohon atau pada palang kayu di ruangan.
Modifikasi gerak melempar. Banyak alat yang bias digunakan untuk melakukan gerak
melempar seperti ; bola kasti, bola tennis, bola besar, batu, potongan genting, potongan kayu, ban
sepeda bekas dll.
4. Modifikasi Sarana Pembelajaran Senam
Banyak sarana pembelajaran senam yang harus dimodifikasi oleh para pengajar agar
sesuai dengan tingkat kemampuan siswa dan fasilitas yang ada di sekolah.
Modifikasi matras. Salah satu sarana pembelajaran yang sering dimodifikasi dalam senam
adalah matras. Modifikasi matras untuk pembelajaran senam dapat dilakukan dengan berbagai
cara. Misalnya dibuat dari karung goni yang berisikan jerami, serabut kelapa atau rumput kering.
Ukurannya dapat disesuaikan dengan standar minimal, misalnya 1¼ x 2 m dengan tinggi 10-15
cm.
Modifikasi bangku Swedia. Bangku Swedia akan sangat berguna untuk belajar
keseimbangan. Apabila sarana pembelajaran bangku Swedia yang sebenarnya tidak ada, guru
dapat memodifikasinya dengan menggunakan kayu atau papan. Ukurannya disesuaikan dengan
kayu atau papan yang ada, misalnya panjang antara 3-4 m dengan tebal 3-3½ cm.
5. Modifikasi Sarana Pembelajaran Permainan
Banyak sarana pembelajaran permainan yang harus dimodifikasi agar pembelajaran
permainan tersebut tetap dapat dilaksanakan sesuai dengan tuntutan kurikulum. Salah satu sarana
pembelajaran yang harus dimodifikasi adalah bola. Misalnya dalam pembelajaran bola voli, bola
yang dapat digunakan antara lain dapat dibuat dari balon, bola karet yang ringan, bola plastik
atau bola yang sebenarnya. Demikian juga untuk keperluan sarana pembelajaran permainan
lainnya, seperti sepakbola, bola tangan dan perainan kecil. Untuk keperluan tersebut, bola dapat
dibuat dari bola plastik, bola karet, bola yang dibuat dari koran atau bahkan bola yang dibuat dari
kain bekas.
6. Modifikasi Sarana Pembelajaran Olahraga Pilihan
Banyak sarana pembelajaran olahraga pilihan yang harus dimodifikasi agar pembelajaran
tersebut tetap dapat dilaksanakan sesuai dengan tuntutan kurikulum. Salah satu sarana
pembelajaran yang harus dimodifikasi adalah raket, bet, net, lapangan dan ukuran.
Modifikasi alat pemukul. Untuk pembelajaran bulutangkis dan tenis meja, siswa dapat
menggunakan raket atau bet yang dibuat dari kayu, triplek atau bahan lain yang bisa digunakan
untuk memukul. Ukuran dan bentuk bet atau raket tersebut dapat bervariasi sesuai dengan bahan
yang ada di sekolah.
Modifikasi objek pukulan. Salah satu ciri khas olahraga permainan yang menggunakan
alat pemukul adalah selalu adanya objek yang dipukul. Beberapa objek yang dipukul tersebut
adalah kok (bola bulu), bola pingpong, bola tenis dan bola kasti. Apabila objek yang dipukul
tersebut tidak cukup tersedia di sekolah, para guru dapat memodifikasinya dengan cara
menggunakan objek lain sebagai penggantinya. Misalnya dengan menggunakan bola yang dibuat
dari plastik, karet, kertas koran atau bahkan bola yang dibuat dari kain bekas.
7. Modifikasi Sarana Pembelajaran Lainnya
Selain sarana pembelajaran untuk mengajar olahraga resmi sebagaimana tercantum dalam
kurikulum, para guru sering pula mengajar aktivitas-aktivitas lain yang berhubungan dengan
pengambangan kemampuan gerak siswa. Untuk itu para guru sering kali memerlukan alat.
Beberapa alat tersebut dapat memanfaatkan bahan-bahan yang mudah diperoleh di lingkungan
sekitar sekolah, yang antara lain meliputi :
Ban mobil bekas. Ban mobil bekas dapat digunakan untuk latihan loncat-loncat, latihan
lompat tinggi. Untuk keperluan latihan loncat-loncat, ban tersebut dapat disusun berdampingan
satu sama lain. Untuk keperluan latihan lompat tinggi, ban tersebut dapat ditumpuk (2-3 ban) dan
di atasnya memakai matras.
Kaleng susu bekas. Kaleng susu bekas dapat dimanfaatkan untuk latihan keseimbangan.
Bentuk latihan keseimbangan dengan menggunakan kaleng susu ini sangat bervariasi, misalnya
dijadikan permainan enggrang atau dijadikan balok titian. Untuk membuat permainan enggrang
dari kaleng susu, lubangi kaleng susu tersebut selanjutnya masukkan tali sepanjang kurang lebih
1 meter .
LATIHAN 2
Petunjuk: Jawablah pertanyaan di bawah ini secara jelas dan tepat pada lembar tugas yang Anda
miliki!
1. Jelaskan fungsi fasilitas dalam proses belajar mengajar (PBM) pendidikan jasmani dan
olahraga?
2. Jelaskan fasilitas yang dapat digunakan dalam pembelajaran senam di tingkat SD?
3. Jelaskan cara mengatasi minimnya fasilitas yang tersedia dalam mengajar pendidikan jasmani
dan olahraga?
4. Jelaskan langkah-langkah melakukan modifikasi alat yang akan digunakan dalam
pembelajaran pendidikan jasmani dan olahraga?
Rambu-rambu jawaban:
Untuk menjawab soal latihan secara lengkap, Anda dapat mengacu pada uraian materi teori yang
tertuang dalam kegiatan belajar (KB) 2.
1. Fungsi fasilitas dalam PBM pendidikan jasmani dan olahraga
2. Fasilitas yang digunakan dalam pembelajaran senam
3. Kreatifitas guru pendidikan jasmani dan olahraga
4. Cara memodifikasi alat bantu pembelajaran pendidikan jasmani dan olahraga
RANGKUMAN
Fasilitas dalam pembelajaran pendidikan jasmani dan olahraga sangat utama, karena
tanpa adanya fasilitas pembelajaran tidak akan berjalan optimal dalam mencapai tujuan. Guru
sebagai kurikulum dalam pembelajaran dituntut untuk berkreasi dalam menentukan fasilitas yang
tepat dan mendukung setiap pokok bahasan yang diberikan. Oleh karena itu, kemampuan
melakukan modifikasi menjadi modal dasar yang harus dimiliki guru dalam melaksanakan
pembelajaran pendidikan jasmani dan olahraga.
TES FORMATIF 2
Petunjuk: Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan memilih salah satu jawaban A, B, C, atau D
yang paling tepat, tuangkan pada lembar tugas yang Anda miliki!
1. Fasilitas menjadi pendukung utama dalam melaksanakan proses belajar mengajar pendidikan
jasmani dan olahraga. Apabila fasilitas yang tersedia kurang memadai apa yang harus guru
lakukan?
A. Membeli dari toko C. Melakukan modifikasi
B. Meminta kepada KS D. Semua benar
2. Sarana pembelajaran olahraga pilihan yang dapat dimodifikasi agar pembelajaran tersebut
tetap dapat dilaksanakan sesuai dengan tuntutan kurikulum. Salah satu sarana pembelajaran
yang dapat dimodifikasi adalah:
A. Raket C. Net
B. Bet D. Semua benar
3. Modifikasi sarana yang sudah ada atau menciptakan yang baru merupakan salah satu
alternatif yang dapat dikembangkan guru sebagai upaya untuk:
A. Rekayasa alat C. Adaptasi
B. Pencapaian tujuan D. Semua benar
4. Bentuk-bentuk aktivitas fisik yang lazim digunakan oleh anak SD, sesuai dengan muatan
yang tercantum dalam kurikulum adalah:
A. Gerak olahraga C. Gerak artistik
B. Gerak ritmik D. Semua benar
5. Guru dapat melakukan upaya memodifikasi alat bantu pembelajaran, langkah ini dilakukan
karena:
A. Tidak ada uang C. Menyesuaikan dengan siswa
B. Tidak ada alat D. Mencari solusi
BALIKAN DAN TINDAK LANJUT
Cocokanlah jawaban Anda dengan kunci jawaban Tes Formatif 2 yang terdapat pada
bagian akhir Modul ini. Hitunglah jawaban Anda yang benar, kemudian gunakan rumus di
bawah ini untuk mengetahui tingkat penguasaan Anda terhadap materi Kegiatan Belajar (KB 2).
Rumus:
Jumlah jawaban Anda yang benar
Tingkat Penguasaan = x 100%
5
Arti tingkat penguasaan yang Anda capai:
90 % - 100 % = Baik Sekali
80 % - 89 % = Baik
70 % - 79 % = Cukup
< 69 % = Kurang
Apabila Anda mencapai tingkat penguasaan 80% ke atas, Anda dapat meneruskan dengan
kegiatan belajar, Bagus! Akan tetapi apabila tingkat penguasaan Anda masih di bawah 80%,
maka Anda harus mengulang KB 2 terutama bagian yang belum Anda kuasai.
Kegiatan Belajar 3
STRATEGI PEMBELAJARAN
PENDIDIKAN JASMANI DAN OLAHRAGA DI SD
PENGANTAR
Strategi merupakan sebuah upaya untuk mencari alternatif perubahan dari sebuah tatanan
yang ada. Perumusan strategi adalah penentuan pilihan terbaik dari sejumlah pilihan yang
berhasil diidentifikasikan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pemikiran strategi
dibutuhkan pada waktu lembaga menginginkan terjadinya perubahan. Perubahan hanya dapat
terjadi manakala suatu strategi diimplentasikan. Menurut Sharpin (1985) memaparkan bahwa, “A
strategy is a plan or course of action which is of vital, pervasive, or continuing importance to the
organization as whole.” Sedangkan Castetter (1996) menjelaskan, “Strategy as development or
employment of overall plans sometimes referred to as grand designs, in order to achieve goals,
planned effects, or desired results.” Dalam pencapaian tujuan setiap upaya dapat dilakukan
dengan berbagai cara dengan terlebih dahulu memetakan permasalahan secara rinci dalam
berbagai tahapan.
A. Strategi Pembelajaran Induktif
Strategi pembelajaran induktif merupakan rencana yang digunakan untuk mendesain
pengajaran yang berdasarkan pada cara berpikir dari yang khusus ke umum. Bahkan menurut
pandangan Burne Robert (1990) mengatakan “The sequence from individual facts to
generalisation is termed induction.” strategi ini mengandung cara yang berisikan bagaimana pola
urutan kegiatan pengajaran yang digunakan untuk mencapai tujuan belajar yang diinginkan.
Sebagaimana yang Eggan, Kauchak, dan Harder (1979) paparkan bahwa “The general inductive
strategi is a teaching strategy which uses data to teach students concepts and generalizations.”
Maksudnya strategi induktif umum merupakan sebuah strategi mengajar yang menggunakan data
untuk mengajarkan konsep-konsep dan generalisasi kepada peserta didik.
Dalam strategi pembelajaran induktif guru menyampaikan materi ajarnya melalui datadata
seperti gambar peraga atau contoh-contoh, sedangkan peserta didik diminta untuk
mengamati data-data tersebut. Dalam hal ini Sulaeman (1988) menjelaskan bahwa “Pelajaran
dengan induktif umum; dimulai dengan memberi contoh-contoh dan berakhir dengan abstraksi.”
Jadi strategi ini menuntut peserta didik untuk mampu melahirkan satu konsep berdasarkan
sejumlah contoh atau peragaan yang bersifat khusus. Strategi pembelajaran induktif sangat
terkait dengan tokoh filsafat pragmatisme John Dewey yang memperkenalkan berpikir rasional
untuk digunakan dalam menjembatani antara tindakan dan hasil tindakannya. Ichrom (1988)
menguraikan langkah-langkah dalam proses induktif sebagai berikut: (a) membatasi masalah; (b)
mengumpulkan informasi tentang faktor-faktor yang inheren dengan persoalan tersebut; (c)
memformulasikan hipotesis tentang pemecahan masalah itu; (d) mempertimbangkan
kemungkinan nilai (terhadap pemecahan masalah penelitian) dari hipotesis-hipotesis tersebut,
dan (e) mengetes hipotesis-hipotesis tersebut untuk memperoleh pemecahan yang lebih baik.
Langkah-langkah ini berimplikasi terhadap peserta didik untuk lebih aktif dalam upaya
memecahkan masalah. Dalam proses ini peserta didik akan mengembangkan data yang bersifat
khusus sampai kepada kesimpulan-kesimpulan yang bersifat umum. Selanjutnya Eggan, dkk.,
(1979) menguraikan fase-fase yang terdapat di dalam implementasi strategi mengajar induktif
sebagai berikut “This strategi, like all the other strategis contained in this book, will be
described in terms of the three phases of teaching as follow: planning, implementing, and
evaluating.”
1. Tahap Perencanaan
Pada tahap ini memulainya dengan mempertimbangkan tujuan yang sesuai untuk dicapai
dengan strategi induktif. Strategi ini sangat cocok untuk mencapai tujuan-tujuan sebagai berikut:
(a) efektif dalam mengajarkan konsep dan generalisasi; (b) efektif untuk memotivasi peserta
didik; dan (c) dapat memaksimalkan peserta didik dalam aktivitas pengajaran. Setelah guru yakin
bahwa strategi ini cocok dengan tujuan, selanjutnya guru mempersiapkan contoh-contoh atau alat
peraga yang diperlukan untuk mengajarkan abstraksi. Contoh-contoh atau alat peraga tersebut
harus sesuai dengan materinya dan terkait dengan konsep. Semua informasi ini harus dapat
diobservasi oleh peserta didik.
2. Tahap Pelaksanaan
Pada tahap ini diawali dengan penyajian ilustrasi dengan menyajikan salah satu contoh
yang telah dipilih guru untuk diajarkan. Guru meminta peserta didik untuk melakukan
pengamatan dari contoh tersebut. Guru dapat memberikan bantuan kepada peserta didik dengan
memberikan sejumlah data yang diperlukan peserta didik, baik berupa peragaan atau uraian lisan.
Selanjutnya guru menyampaikan beberapa kesimpulan secara formal tentang hasil dari aktivitas
yang baru saja dilakukan. Akhir dari tahap implementasi ini adalah guru menambah dengan
contoh-contoh lainnya berupa sejumlah data tambahan yang peserta didik harus
menghubungkannya dengan abstraksi yang ingin dicapai. Fungsi dari data tambahan ini ada
yaitu:
a. Guru memberikan penguatan dengan memberikan contoh-contoh tambahan.
b. Paa peserta didik dapat menguji pemahamannya mengenai konsep atau generalisasi.
c. Informasi tambahan ini memungkinkan guru untuk membuat pengukuran informal mengenai
pemahaman peserta didik terhadap konsep atau generalisasi.
3. Tahap Evaluasi
Pada tahap ini guru harus dapat menyajikan contoh-contoh lainnya untuk diidentifikasi
oleh peserta didik. Adapun yang dapat dievaluasi adalah: (1) hasil dari materi dan (2) hasil dari
proses.
B. Strategi Pembelajaran Deduktif
Strategi pembelajaran deduktif merupakan rencana yang digunakan untuk merancang
pengajaran yang berdasarkan pada cara berpikir dari yang umum kepada yang khusus. Seperti
yang Eggen, dkk., (1979) jelaskan bahwa “Deductive reasoning is a thinking prosess which
moves from the general to the specific.” Dalam strategi pembelajaran deduktif guru
menyampaikan materi ajarnya tidak dengan data-data atau contoh-contoh melainkan dalam
bentuk abstraksi.
1. Tahap Perencanaan
Pada tahap ini guru harus melakukan langkah-langkah yang paling utama sebagai berikut:
a. Menetapkan tujuan-tujuan pengajaran
b. Mendefinisikan konsep yang akan disampaikan
c. Menugasi peserta didik dengan menentukan keterkaitan konsep dengan abstraksinya.
2. Tahap Pelaksanaan
Pada tahap ini guru menyampaikan abstraksi dan diakhiri dengan contoh-contoh.” Jadi
strategi ini cocok digunakan untuk mengajarkan konsep dan generalisasi. Namun, sebelum guru
memakainya guru terlebih dahulu harus mengidentifikasi tujuan. Penuangan rumusan tujuan ini
guru tentukan pada tahap perencanaan pengajaran, dilanjutkan dengan tahap pelaksanaan, dan
terakhir tahap evaluasi.
Pada tahap pelaksanaan strategi pembelajaran deduktif ini dimulai dengan pernyataan
dari abstraksi yang akan diajarkan, yaitu:
a. Penyajian abstraksi artinya guru mendefinisikan konsep atau generalisasi secara lisan atau
tulisan. Agar peserta didik dapat lebih mudah memahaminya sebaiknya dalam bentuk
tulisan.
b. Mengklarifikasi istilah-istilah artinya guru berupaya untuk menjamin bahwa istilah-istilah
tersebut bermakna bagi peserta didik. Guru harus memeriksa guna meyakinkan bahwa
peserta didik memahami konsep yang digunakan untuk mendefinisikan konsep tersebut.
Langkah selanjutnya dalam mengklarifikasi istilah-istilah itu adalah memeriksa apakah
kaakteristik yang digunakan untuk mendefinisikan istilah itu diketahui atau dipahami oleh
peserta didik.
c. Menyajikan ilustrasi artinya abstraksi yang disajikan dan didiskusikan dapat diasumsikan
bahwa peserta didik memahami konsep atau generalisasi. Agar tidak terjadi salah tafsir
terhadap konsep itu maka peserta didik diminta untuk mengulangi atau melakukan gerakan
yang telah diajarkan oleh guru. Contoh guru bertanya peserta didik melakukan atau
merespon.
d. Peserta didik menguraikan contoh-contoh artinya kesempatan ini memberikan peluang
kepada peserta didik untuk menghubungkan materi-materi baru dengan dunianya dan
memberikan contoh-contoh yang berkaitan langsung dengan pengalamannya. Sehingga
dapat membantu peserta didik memahami konsep atau generalisasi. Guru harus mendorong
peserta didik untuk mengilustrasikan konsep atau generalisasi itu.
3. Tahap Evaluasi
Pada tahap ini guru dapat mengevaluasi peserta didik dengan satu dari tiga cara di bawah
ini:
a. Memberi peserta didik dengan sejumlah ilustasi dan memintanya untuk mengidentifikasi
dengan konsep atau generalisasi yang dapat diterapkan.
b. Meminta peserta didik untuk membuat prediksi atau penjelasan secaralengkap atau
melakukan gerakan secara utuh.
c. Meminta peserta didik untuk menjelaskan contoh gerakan secara lisan.
Apabila dilihat dari pengembangan kerangka kerja, strategi mengajar induktif dan deduktif
memperlihatkan perbedaan seperti pada gambar berikut ini.
Gambar 4
Perbedaan Strategi Mengajar Induktif dan Deduktif
Dalam pengajaran gerak strategi pembelajaran induktif dan deduktif ini masih terbilang
jarang digunakan oleh para guru. Padahal apabila para guru pendidikan jasmani di SD
menyadarinya tentu tidak ada salahnya untuk mencoba menggunakan strategi ini sebagai variasi
dalam menyampaikan pembelajaran kepada peserta didik. Sebagaimana yang Lutan (1988)
paparkan bahwa “Metode induktif dapat memberikan manfaat dan menyediakan pengalaman
Proses
informasi
Hasil dari Proses
Informasi
Ket. Proses
Materi
Hasil
Proses
Informasi
Perencaan
Pelaksanaan
Evaluasi
Peserta didik
dalam Proses
Informasi
Induktif
Deduktif
untuk memperkaya gerakan. Sedangkan metode deduktif keuntungannya adalah terletak pada
sebuah perencanaan kerja dimana kemungkinan pelaksanaan gerak yang salah diperkecil sekecil
mungkin.” Karena kedua strategi mengajar ini memiliki keuntungan dan kekurangan masingmasing,
maka para guru dianjurkan untuk menerapkan kedua strategi mengajar induktif dan
deduktif dalam pengajaran pendidikan jasmani di sekolah. Dalam hal ini Lutan (1988)
menjelaskan bahwa guru perlu memadukan kedua macam metode induktif dan deduktif. Kadangkadang,
kegiatan mengajar belajar memanfaatkan metode induktif yang ditandai dengan
pencarian kemungkinan gerak hingga mencapai standar ideal. Memang tak dapat dihindari,
kemungkinan terjadinya kesalahan dan keberhasilan silih berganti. Peserta didik yang
bersangkutan aktif mengeksplorasi kemungkinan gerak yang sesuai untuk mencapai tujuan
belajar. Dalam situasi lain, mungkin metode deduktif yang lebih sesuai, yakni diawali dengan
penyajian teknik yang baku, dan tugas peserta didik ialah memperagakan kembali contoh
gerakan yang telah ditampilkan kepada mereka.
Jadi, kedua strategi pembelajaran ini memperlihatkan bukan apa yang diajarkan
melainkan dengan cara apa materi itu diajarkan. Strategi pembelajaran induktif dan deduktif
dapat memberikan nilai kepada guru sebab strategi ini lebih fleksibel dan memungkinkan guru
untuk menambah variasi aktivitas yang dapat menjadi pendorong bagi para peserta didiknya.
Secara umum strategi mengajar induktif dan deduktif memiliki perbedaan. Perbedaan yang
paling mendasar adalah dalam hal prosedur mengajar di mana mengajar induktif dan deduktif
bukan dalam apa yang diajarkan tetapi dalam hal cara materi itu diajarkan.
C. Strategi Pembelajaran Eksplorasi
Mengenai strategi pembelajaran eksplorasi ini Nichols (1994) menguraikan bahwa,
“Strategi mengajar eksplorasi merupakan strategi yang lebih memfokuskan pada siswa (child
centered).” Dalam strategi mengajar eksplorasi ini tugas gerak dirancang untuk memungkinkan
anak bergerak secara bebas seperti yang mereka inginkan, dalam batas keamanan yang selalu
terjaga. Strategi mengajar ini mampu mengeksplorasi gerak dengan cara yang lebih umum
(general) dengan sedikit sekali arahan dari guru. Strategi ini dapat digunakan untuk
memperkenalkan konsep, ide-ide, dan respon dari anak mengenai materi yang guru berikan
selama proses pembelajaran.
Strategi pembelajaran eksplorasi dapat digunakan di SD. Strategi ini memungkinkan
untuk memberikan anak peluang bekerja mandiri dan menggali kemampuannya sendiri. Selain
itu juga dapat menghasilkan sikap percaya diri yang lebih besar pada diri anak itu sendiri.
Tugas-tugas dalam strategi mengajar eksplorasi diarahkan oleh guru dalam beberapa
cara. Contoh, guru mengajukan penugasan kepada anak “Coba anak-anak lakukan sikap berdiri
dengan satu kaki”. Yang terpenting bagi guru adalah respon dari anak berupa aktivitas gerak
yang mungkin dapat mereka cari dan mencoba melakukannya secara sendiri-sendiri.
Anak SD dapat belajar melalui eksplorasi lingkungan alami. Melalui pengujian diri,
obyek, tempat, dan kejadian. Anak dapat mengkonstruksi pengetahuannya melalui informasi
yang didapatinya. Menurut Tyler (1971) bahwa, “Aktivitas eksplorasi memungkinkan anak SD
untuk melakukan percobaan terhadap perilaku dirinya dan mengambil keputusan mengenai apa
yang dilakukan, bagaimana hal ini dilakukan, dan kapan dilakukannya.” Apabila tidak ada
jawaban yang pasti, anak secara kreatif akan melakukan pencarian dengan melakukan aktivitas
yang menarik dirinya.
Meskipun tanggung jawab pada aktivitas eksplorasi tersebut oleh anak sendiri, tetapi guru
perlu menyiapkan berbagai materi dan media pembelajaran yang anak perlukan. Guru
mempertimbangkan, pengalaman apa yang ingin anak dapatkan dari aktivitasnya. Untuk meraih
hasil yang optimal dalam proses pembelajaran ini, maka aktivitas pembelajaran eksplorasi pada
anak SD perlu direncanakan secara sungguh-sungguh. Guru mempercayakan diri pada strategi
penggunaan indra dan isyarat lingkungan untuk merangsang minat anak dan berpartisipasi secara
bebas dan aman.
Contoh penerapan pembelajaran eksplorasi pada anak SD, anak melakukan aktivitas
gerak tanpa instruksi yang lengkap dari gurunya. Anak diminta untuk menggali pola gerak lain
dengan berbagai variasi sehingga pada akhirnya anak dapat menemukan rekayasa gerak yang
sesuai dengan kemampuan anak itu sendiri. Guru berperan sebagai fasilitator dalam
pembelajaran ini dan anak lebih aktif mencari model-model gerak lain yang mampu
dilakukannya tanpa harus mencontoh dari gerakan yang diperlihatkan gurunya. Jadi, anak
diminta untuk memahami, mengembangkan, dan mengkomunikasikan gagasan dan informasi
serta untuk berinteraksi dengan orang lain.
D. Strategi Pembelajaran Reciprocal
Pembelajaran reciprocal merupakan salah satu strategi pembelajaran yang menekankan
pada umpan balik yang diberikan teman sebayanya. Mosston dan Asworth (1994) memaparkan,
“Dalam pembelajaran dengan menggunakan strategi reciprocal, guru akan memulai dengan
memperhatikan perubahan yang lebih besar dalam membuat keputusan dari guru kepada anak”.
Anak memiliki tanggung jawab untuk memperhatikan penampilan dari teman atau pasangannya
dan memberikan umpan balik atau komentar segera pada setiap kali melakukan aktivitas
pembelajaran.
Dalam penerapan strategi reciprocal, guru harus mempersiapkan lembar umpan balik
yang menjelaskan tugas yang harus dilakukan anak. Dengan memberikan kriteria evaluasi berupa
gambar anak yang sedang beraktivitas, sehingga anak dapat membedakan bahwa aktivitas yang
dilakukan oleh teman sebaya anak tersebut itu bagus atau kurang. Deskripsi semacam ini akan
membantu anak mengasah kemampuan intelektualnya.
Contoh lembar umpan balik yang harus diisi oleh anak selama proses pembelajaran
dengan menggunakan strategi mengajar reciprocal sebagai berikut :
Materi pelajaran : Menendang bola sepak
Nama anak yang diamati :…………………………………
Nama anak yang mengamati :…………………………………
Instruksi untuk pengamat :
1) Menyebutkan jenis tendangan.
2) Mengoreksi tendangan yang dilakukan temannya
3) Memperbaiki kesalahan tendangan yang dilakukan temannya.
4) Dapat menjelaskan kesalahan dan mencari solusinya.
5) Melakukan tendangan dalam permainan.
Tugas : Pelaku akan melakukan semua instruksi guru. Setelah anak itu mempraktekkan semua
instruksi guru, pengamat akan meminta anak tersebut untuk menggulanginya.
Tabel 1
Format pembelajaran dengan Strategi Reciprocal
Sesuatu yang perlu dilakukan pelaku saat
menendang bola
Kemampuan
Bagus Perlu
pengulangan
Menyebutkan jenis tendangan.
Mengoreksi tendangan yang dilakukan
temannya
Memperbaiki kesalahan tendangan yang
dilakukan temannya
Dapat menjelaskan kesalahan dan
mencari solusinya.
Melakukan tendangan dalam permainan.
Ya,
membutuhkan pengulangan lagi
Keterangan: Pengamat tinggal memberi tanda (V) pada kolom yang tersedia
Secara umum setiap kali guru akan mengajarkan materi pembelajaran seperti
pengembangan fisik, pengembangan bahasa, pengembangan kognitif, pengembangan sosialemosional,
pengembangan seni, dan pengembangan moral dan nilai-nilai agama dengan
menggunakan strategi mengajar reciprocal, guru harus memulainya dengan terlebih dahulu
memberikan peragaan atau demonstrasi. Dengan menguraikan cara melaksanakan aktivitas
tersebut, dan memberikan lembar umpan baliknya.
Aktivitas selanjutnya, anak-anak melakukannya secara bersama-sama dengan pasangan
masing-masing dimana yang satu bertindak sebagai pengamat dan yang lainnya melakukan
aktivitas yang telah ditugaskan oleh guru. Lakukanlah aktivitas tersebut secara bergantian! Anakanak
seharusnya didorong untuk memberikan umpan balik yang positif terhadap pasangannya
dan juga membantu mereka dalam mengoreksi kesalahan dalam setiap kali melakukan
aktivitasnya.
Dalam strategi mengajar reciprocal guru harus selalu berada diantara anak-anak,
membantu untuk menjelaskan tugas baik yang dilakukan oleh pelaku maupun pengamat dan
berikanlah bantuan apabila diperlukan.
Strategi mengajar reciprocal mempunyai beberapa keuntungan. Pertama, tugas yang
harus dilakukan anak sangat jelas. Diperbolehkan untuk memberikan umpan balik pada setiap
kali pembelajaran, yang mana tidak memungkinkan apabila hanya guru saja yang memberikan
umpan balik. Strategi ini pula dapat menambah pemahaman anak terhadap tugas dimana dia
bertindak sebagai orang yang mengamati aktivitas yang dilakukan temannya.
Keuntungan lainnya adalah dapat membantu dalam mengembangkan suatu lingkungan
belajar antara anak dan guru yang lebih bertanggung jawab. Sebagai hasil dari pengalaman yang
diperoleh dari strategi mengajar resiprocal adalah anak dapat meningkatkan kemampuan
berkomunikasi, bersikap sabar dan toleran, serta meningkatkan kemampuan dalam
memperhatikan aktivitas orang lain secara positif..
Selain keuntungan yang diperoleh, strategi mengajar resiprocalpun memiliki beberapa
kelemahan. Meskipun strategi ini dapat lebih disederhanakan, namun dalam memahami lembar
umpan balik kadang-kadang diluar batas kemampuan anak-anak. Nilai umpan balik didasarkan
pada pemahaman anak sebagai pengamat. Kemampuan untuk memperhatikan aktivitas yang
dilakukan teman sebayanya biasanya agak sulit bagi anak SD, namun perlu dibiasakan agar
terlatih sejak usia dini.
E. Strategi Pembelajaran Guide Discovery
Para guru merencanakan pengalaman “Guided Discovery“ dengan memfokuskan pada
proses belajar, bukan anak yang menjadi solusinya. Tujuan pembelajaran adalah mengaitkan dan
mengembangkan konsep melalui interaksi dengan orang dan obyek. Mosston dan Asworth
(1994) menjelaskan bahwa, “Peranan anak dalam aktivitas Guided Discovery adalah
mengkonstruksi pengetahuan: membuat pilihan dan mengambil keputusan, melakukan
eksperimen dan pengalaman, memunculkan pertanyaan, dan menemukan jawabannya sendiri.”
Contoh dalam pengembangan psikomotor anak SD. Anak diharapkan mampu mengenal
dan memahami berbagai konsep gerak sederhana dalam kehidupan sehari-hari. Anak ditugasi
melakukan berbagai gerak sederhana dengan berbagai cara yang diketahui anak. Mencari atau
menunjukkan sebanyak-banyaknya gerak sederhana, seperti melompat, merangkak, berlari, dan
sebagainya. Mengenal perbedaan antara gerakan yang dilakukannya. Kesemua aktivitas gerak
sederhana itu dilakukan melalui kegiatan percobaan dan pengalaman, yang pada akhirnya anak
dapat mengambil keputusan menurut keyakinannya akan gerakan mana yang lebih mudah dan
enak untuk dilakukan menurut temuannya di lapangan.
F. Strategi Pembelajaran Pemecahan Masalah
Aktivitas pemecahan masalah merupakan variasi dari pengalaman “Guided Discovery.“
Mosston dan Asworth (1994) menguraikan makna pemecahan masalah adalah bahwa, “Anak
merencanakan, memprediksi, mengambil keputusan, mengobservasi hasil dari aksinya, dan
membuat kesimpulan sementara guru bertindak sebagai fasilitator. Anak-anak dibangkitkan
melalui berbagai masalah pengembangan fisik, motorik, sosial-emosional, kognitif, bahasa, dan
nilai-nilai moral.
Kadang-kadang masalah itu muncul secara alamiah. Masalah terbaik bagi anak adalah
berpikir tentang keterlibatannya dengan berbagai cara, dengan menggabungkan berbagai
informasi secara benar, dan memiliki lebih dari satu upaya jalan keluarnya atau solusi.
Beberapa tahapan yang dapat dilakukan apabila guru menggunakan strategi pembelajaran
pemecahan masalah sbb;
Menyadari adanya masalah dengan mengidentifikasi
Mengumpulkan informasi
Merancang solusi
Menguji coba solusi
Mengambil kesimpulan
Menyampaikan hasil.
Contoh penerapan strategi pembelajaran pemecahan masalah pada anak SD adalah
sebagai berikut: (1) anak diberikan beberapa bola dengan ukuran berbeda; (2) anak diminta
untuk mengurutkan melemparkan bola berdasarkan urutan besar-kecil dan berat-ringan; (3) anak
dapar memperkirakan urutan bola yang akan dilempar setelah mencobanya; (4) anak dapat
mengambil kesimpulan mengenai urutan dari besar ke kecil atau dari yang ringan sampai dengan
yang berat; (5) anak dapat menceritakan hasilnya kepada guru.
G. Strategi Pembelajaran Demonstrasi
Demonstrasi diartikan sebagai pemberian contoh dari seseorang, baik guru atau orang
lain, kepada anak. Secara umum, demonstrasi melibatkan satu orang yang mendemonstrasikan
kepada orang lain, mengenai bagaimana sesuatu itu bekerja atau bagaimana tugas itu dikerjakan,
kapan orang mendemonstrasikan sesuatu pada guru menggunakan metode demonstrasi, biasanya
untuk mendemontrasikan instruksi pada anak-anak umum ada tiga tahap penggunaan model
demonstrasi, yaitu:
Menghasilkan atensi anak
Menunjukkan sesuatu pada anak
Meminta anak untuk merespon apa yang dilihatnya dengan lisan atau perbuatan.
Contoh penerapan strategi pembelajaran demonstrasi pada anak SD, seperti pada
pengembangan gerak manipulatif. (1) Guru terlebih dahulu mempersiapkan alat gambar; (2)
Guru mendemonstrasikan salah satu gambar; (3) Anak dapat meniru gambar yang
didemonstrasikan oleh guru; (4) Anak memperlihatkan hasilnya kepada guru.
H. Strategi Pembelajaran Instruksi Langsung
Instruksi langsung artinya anak harus mengikuti segala yang ditugaskan guru kepadanya.
Anak-anak yang berprestasi dalam aktivitas interaksi langsung dengan mempelajari informasi
atau tindakan yang dibuat orang lain tetapi tidak mengkonstruksikan pengetahuan untuk mereka
sendiri. Contoh, seorang anak yang ingin mengendarai sepeda harus menguasinya agar
sepedanya berjalan pada jalur yang benar dan berjalan lacar. Keuntungan interaksi langsung
adalah dalam hitungan waktu lebih efisien dan mengajarkan anak untuk mengikuti petunjuk.
Contoh penerapan strategi pembelajaran instruksi langsung pada anak SD, seperti pada
pengembangan gerak senam lantai. (1) Anak diminta untuk melakukan rol depan; (2) Anak
ditugaskan untuk meniru gerakan rol depan; (3) Anak diharuskan melakukan rol belakang; (4)
Anak ditugaskan untuk meniru gerakan rol belakang.
I. Strategi Pembelajaran Kooperatif
Guru SD seringkali menekankan pada anak-anak mengenai nilai-nilai kerjasama antara
anak yang satu dengan yang lainnya. Pembelajaran kooperatif sangat dikenal melalui keunggulan
dalam membentuk perilaku dan nilai-nilai sosial. Rancangan pembelajaran kooperatif telah
digunakan sebagai strategi belajar mengajar. Menurut Jacobs, dkk (1995) bahwa, “Pembelajaran
kooperatif memberi peluang kepada anak untuk berbicara, mengambil inisiatif, membuat
berbagai macam pilihan, dan mengembangkan kebisaan belajar.”
Sedangkan Cohen (1994) memaparkan bahwa, “Pembelajaran kooperatif didefinisikan
sebagai kerjasama anak didik dalam kelompok kecil yang mana setiap orang dapat berpartisipasi
dalam soal tugas kolektif yang telah didefinisikan secara jelas, tidak konstan, dan pengawasan
langsung oleh guru.” Pembelajaran kooperatif melibatkan tanggung jawab bersama antara guru
dan anak untuk mencapai tujuan pendidikan. Para guru menyusun tahapan dan memberi
dorongan kepada kelompok anak-anak agar bekerja sama. Anak-anak mengerjakan tugas dalam
kelompok masing-masing, seperti dalam kelompok mewarnai gambar, sementara kelompok
lainnya ada yang menciptakan bermacam-macam bentuk bangunan dari kubus, mengucapkan
beberapa kata sederhana, mengenali bentuk-bentuk symbol sederhana, dan sebagainya. Menurut
Johnson, dkk. (1991) bahwa pembelajaran kooperatif ditandai dengan tahapan sebagai berikut:
Seluruh anggota kelompok bertanggung jawab pada belajarannya sendiri dan anggota
kelompoknya.
Anak-anak berkontribusi pada pembelajaran orang lain dengan cara memberi pertolongan,
dorongan, dukungan, kritikan, motivasi dan pujian pada hasil pekerjaannya.
Setiap individu bertanggung jawab atas upayanya. Aktivitas disusun agar setiap anak
bertanggung jawab dalam mencapai tujuannya . Umpan balik diberikan pada individu dan
kelompok.
Anak-anak harus memiliki kesempatan untuk merefleksikan pada kerja kelompoknya.
Contoh penerapan strategi pembelajaran kooperatif pada anak SD, seperti pada
pengembangan psikomotor. Tujuan pembelajaran, “Anak dapat memahami konsep-konsep gerak
sederhana.” Tahapan pembelajarannya sebagai berikut: (1) Anak dibagi dalam beberapa
kelompok; (2) Masing-masing kelompok melakukan gerakan yang berbeda; (3) sehabis
melakukan gerakan dimasing-masing kelompok, anak bercampur dengan kelompok lain dan
menceritakan apa yang sudah dilakukan pada masing-masing kelompok tadi; (4) guru
menyimpulkan semua gerakan yang telah dilakukan oleh anak-anak.
Melihat contoh diatas, nampak anak-anak cenderung bekerja lebih baik pada kelompok
kecil. Namun kelompoknya tidak boleh lebih dari empat orang, karena partisipasinya cenderung
pasif. Oleh karena itu, pembelajaran kooperatif akan berjalan efektif apabila dilakukan pada anak
SD yang sudah belajar lebih lama di SD-nya.
Anak didik yang belum memiliki pengalaman dengan pembelajaran kooperatif jangan
dulu dibebaskan berada dalam kelompok kooperatif. Guru tidak dapat menggabungkan mereka
dengan anak yang sudah berpengalaman, hanya mereka dapat disuruh memperhatikan temantemannya
agar secara perlahan tapi pasti anak-anak tersebut akan mengetahui bagaimana
pelaksanaan pembelajaran kooperatif. Guru harus membantu anak-anak untuk memperoleh
keterampilan gerak sederhana (psikomotor). Aktivitas dapat dirancang secara khusus untuk
mempromosikan perilaku kooperatif dalam kelas dan juga di pusat-pusat pembelajaran. Bagi
anak SD pembelajaran kooperatif dapat menjadikannya lebih bebas dalam berkreasi.
Berdasarkan hasil penelitian Rong (2001) bahwa pembelajaran kooperatif memberikan
pengaruh bagi perkembangan anak, yaitu:
a. Pembelajaran kooperatif menekankan pada pengembangan kemampuan secara keseluruhan.
Metode ini berbeda dibandingkan dengan metode tradisional yang cenderung menekankan
pada aspek pengetahuan dan keterampilan saja.
b. Pembelajaran kooperatif merupakan sebuah terobosan baru dalam mengkombinasikan ilmu
pengetahuan dengan perkembangan kemampuan berpikir inovatif.
c. Pembelajaran kooperatif membantu perkembangan anak didik dari biasa belajar pasif
menjadi belajar aktif.
d. Pembelajaran kooperatif meciptakan kebahagiaan dan kegembiraan dalam proses belajar
anak.
e. Pembelajaran kooperatif membantu untuk mengembangkan hubungan sosial anak. Hal ini
sangat diperlukan guru untuk memahami pentingnya pendidikan dan perkembangan
kepribadian anak. Guru harus juga menguasai metode dan teori baru yang dapat digunakan
dalam proses belajar mengajar.
LATIHAN 3
Petunjuk: Jawablah pertanyaan di bawah ini secara jelas dan tepat pada lembar tugas yang Anda
miliki!
1. Jelaskan tahapan dalam menggunakan strategi induktif dan deduktif dalam proses belajar
mengajar (PBM) pendidikan jasmani dan olahraga?
2. Jelaskan perbedaan strategi eksplorasi dan induktif dalam pembelajaran pendidikan jasmani
dan olahraga?
3. Jelaskan manfaat dari strategi reciprocal dalam pembelajaran pendidikan jasmani dan
olahraga?
4. Jelaskan keutamaan dari strategi pembelajaran kooperatif bagi peningkatan kemampuan
peserta didik?
Rambu-rambu jawaban:
Untuk menjawab soal latihan secara lengkap, Anda dapat mengacu pada uraian materi teori yang
tertuang dalam kegiatan belajar (KB) 3.
1. Tahapan penggunaan strategi pembelajaran dalam pendidikan jasmani dan olahraga
2. Konsep strategi pembelajaran induktif dan eksplorasi
3. Konsep strategi pembelajaran reciprocal
4. Konsep strategi pembelajaran kooperatif dalam pembelajaran pendidikan jasmani dan
olahraga
RANGKUMAN
Strategi merupakan suatu ketentuan yang ditetapkan secara lebih rinci dan berlandaskan
pada tujuan. Agar pembelajaran pendidikan jasmani dan olahraga berjalan sesuai harapan yang
digariskan dalam tujuan, maka guru perlu menggunakan strategi dalam proses belajar
mengajarnya. Beberapa strategi pengajaran yang umum digunakan dalam pembelajaran
pendidikan jasmani diantaranya sebagai berikut: (1) induktif, (2) deduktif, (3) reciprocal, (4)
pemecahan masalah, (5) eksplorasi, dan (6) kooperatif.
TES FORMATIF 3
Petunjuk: Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan memilih salah satu jawaban A, B, C, atau D
yang paling tepat, tuangkan pada lembar tugas yang Anda miliki!
1. Strategi yang paling tepat untuk digunakan dalam meningkatkan kemampuan menemukan
gerak baru pada anak dalam pembelajaran pendidikan jasmani dan olahraga adalah:
A. Eksplorasi C. Induktif
B. Deduktif D. Kooperatif
2. Memulai dengan mempertimbangkan tujuan yang sesuai untuk dicapai dengan strategi
induktif termasuk tahap:
A. Perencanaan C. Penilaian
B. Pelaksanaan D. Semua benar
3. Contoh penerapan strategi pembelajaran demonstrasi pada anak SD, seperti pada
pengembangan gerak manipulatif adalah:
A. Mempersiapkan gambar C. Menirukan gambar
B. Memperlihatkan gambar D. Semua benar
4. Dalam menentukan strategi pembelajaran, guru harus mempertimbangkan beberapa hal,
yaitu:
A. Kondisi C. Fasiliti
B. Situasi D. Semua benar
5. Pada tahap evaluasi guru harus dapat menyajikan contoh-contoh lainnya untuk diidentifikasi
oleh peserta didik, adapun yang dievaluasi adalah:
A. Hasil dari materi C. Hasil materi dan proses
B. Hasil dari proses D. Semua benar
BALIKAN DAN TINDAK LANJUT
Cocokanlah jawaban Anda dengan kunci jawaban Tes Formatif 3 yang terdapat pada
bagian akhir Modul ini. Hitunglah jawaban Anda yang benar, kemudian gunakan rumus di
bawah ini untuk mengetahui tingkat penguasaan Anda terhadap materi Kegiatan Belajar (KB 3).
Rumus:
Jumlah jawaban Anda yang benar
Tingkat Penguasaan = x 100%
5
Arti tingkat penguasaan yang Anda capai:
90 % - 100 % = Baik Sekali
80 % - 89 % = Baik
70 % - 79 % = Cukup
< 69 % = Kurang
Apabila Anda mencapai tingkat penguasaan 80% ke atas, Anda dapat meneruskan dengan
kegiatan belajar, Bagus! Akan tetapi apabila tingkat penguasaan Anda masih di bawah 80%,
maka Anda harus mengulang KB 3 terutama bagian yang belum Anda kuasai.
Kegiatan Belajar 4
EVALUASI PEMBELAJARAN
PENDIDIKAN JASMANI DAN OLAHRAGA DI SD
PENGANTAR
Evaluasi merupakan suatu proses untuk memperoleh informasi secara menyeluruh dalam
mengambil keputusan mengenai kemajuan peserta didik dalam belajarnya. Pengaruh belajar
berupa praktek olahraga dapat dilakukan di lapangan atau di gedung olahraga. Pengukuran hasil
belajar dan evaluasi kemajuan merupakan hal yang sangat penting. Adapun dalam
pelaksanaannya evaluasi dan pengukuran dapat dilakukan dengan menggunakan prinsip-prinsip
dan kaidah yang sama.
A. Pelaksanaan Evaluasi
Pelaksanaan evaluasi merupakan proses pengambilan keputusan mengenai hasil yang
telah diperoleh peserta didik selama mengikuti proses pembelajaran. Oleh karena itu, dalam
pelaksanaan evaluasi guru pendidikan jasmani dan olahraga harus mempertimbangkan beberapa
hal sebagai berikut:
1. Pengumpulan data dilakukan dengan kerjasama antara guru dan peserta didik maksudnya
guru menghindari penggunaan standar yang baku atau perbandingan dengan teman lainnya.
Tapi guru dan peserta didik secara bersama-sama menentukan tujuan maksimal, realistik, dan
sesuai dengan kemampuan peserta didik.
2. Pengumpulan data dilakukan secara terus menerus dan berkesinambungan maknanya
kemajuan peserta didik dicatat dan didokumentasikan agar nampak kemajuannya.
3. Pengumpulan data harus semua aspek pendidikan, yaitu: pengetahuan, sikap, proses, dan
produk.
4. Hasilnya dapat dilaporkan kepada pimpinan sekolah, peserta didik sendiri, dan orang tua.
Keempat komponen tersebut menjadi ketentuan umum bagi guru pendidikan jasmani dan
olahraga sebelum memberikan keputusan final mengenai kemajuan yang didapati para siswanya
dalam pembelajaran.
B. Menginterpretasikan Hasil Penilaian
Untuk dapat menafsirkan hasil penilaian, guru memerlukan patokan atau ukuran baku
atau norma. Dalam evaluasi, kita mengenal dua norma yang lazim dipergunakan untuk
menimbang taraf keberhasilan belajar mengajar, yaitu:
1. Penilaian Acuan Patokan (PAP) atau Criterion Referenced Evaluation
PAP artinya memperbandingkan prestasi yang dicapainya dengan kriteria yang telah
ditetapkan lebih dahulu. Dalam penilaian PAP ini biasanya batas kelulusan ditentukan dengan
nilai 6 dalam skala 10 atau 60 dalam skala 100. Adapun filosofi yang mendasari sistem penilaian
semacam ini adalah teori mastery learning, yang menerangkan bahwa seseorang dapat dianggap
memenuhi syarat kecakapannya yaitu 60%.
2. Penilaian Acuan Norma (PAN) atau Norm Referenced Evaluation
PAN artinya mempertimbangkan taraf keberhasilan belajar peserta didik, dengan jalan
membandingkan prestasi individu peserta didik dengan rata-rata prestasi temannya, lazimnya
kelompoknya. Dalam PAN itu dapat dipergunakan dengan berbagai cara misalnya mencari ratarata
(mean) dan simpangan baku (SD) dengan rumus di bawah ini
Dengan diketahui nilai penyimpangan dari ukuran rata-rata prestasi itu, guru dapat
mengetahui berapa jauh kedudukan nilai seseorang itu dari norma kelompoknya. Dengan
diketahuinya nilai rata-rata dan simpangan baku, akan memungkinkan guru untuk mengadakan
konversi mengubah nilai mentah ke dalam nilai skala 10 atau 100. Misalnya, untuk keperluan
pelaporan hasil evaluasinya, dengan menetapkan angka batas lulus yang berada di daerah antara
+0,25 dan –0,25 dengan andaian bahwa rata berada pada titik 0. Salah satu strategi tabel konversi
sebagai berikut:
(Σfxi)
Mean (`X) = ¾ ¾
N
Σ( `X - X )2
SD (s) = ¾¾¾¾¾¾
N
Tabel 2
Konversi Nilai
SD ( s ) dan Mean (x) Nilai Skala 10 Nilai Skala 100
2,25 s + `X 10 100
1,75 s + `X 9 90
1,25 s + `X 8 80
0,75 s + `X 7 70
0,25 s + `X
-0,25 s + `X 6 60
-0,75 s + `X 5 50
-1,25 s + `X 4 40
-1,75 s + `X 3 30
-2,25 s + `X 2 20
-2,75 s + `X 1 10
Dengan memahami konsep dasar evaluasi belajar mengajar ini, maka guru akan dapat
mengevaluasi taraf keberhasilan, baik hasil (produk) maupun proses belajar mengajar yang
dilakukannya beserta peserta didik-peserta didiknya secara obyektif.
LATIHAN 4
Petunjuk: Jawablah pertanyaan di bawah ini secara jelas dan tepat pada lembar tugas yang Anda
miliki!
1. Jelaskan tahapan pelaksanaan evaluasi dalam pembelajaran pendidikan jasmani dan
olahraga?
2. Jelaskan kelebihan dan kelemahan menggunakan PAP dan PAN dalam pelaksanaan evaluasi?
3. Jelaskan cara menginterpretasi hasil evaluasi dalam pembelajaran pendidikan jasmani dan
olahraga?
Rambu-rambu jawaban:
Untuk menjawab soal latihan secara lengkap, Anda dapat mengacu pada uraian materi teori yang
tertuang dalam kegiatan belajar (KB) 4.
1. Tahapan pelaksanaan evaluasi
2. Pelaksanaan penilaian menggunakan PAP dan PAN
3. Cara melakukan interpretasi hasil penilaian
RANGKUMAN
Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik beberapa kesimpulan mengenai PBM dan
evaluasi dalam pembelajaran pendidikan jasmani di SD sebagai berikut:
a. Peningkatan mutu PBM merupakan persoalan penting dalam pendidikan jasmani dan
olahraga. Titik sentral PBM adalah agar peserta didik belajar. Tidaklah heran apabila
seluruh aktivitas yang berlangsung dalam PBM dipusatkan untuk memacu peserta didik
belajar optimal.
b. Penggunakan strategi pembelajaran menjadi upaya guru agar PBM tersebut berjalan sesuai
dengan harapan dan tercapainya tujuan pendidikan.
c. Evaluasi menjadi instrument penting dalam mencari tahu tingkat kemampuan peserta didik
dan upaya perbaikan agar sasaran pembelajaran minimal dapat dicapai.
TES FORMATIF 4
Petunjuk: Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan memilih salah satu jawaban A, B, C, atau D
yang paling tepat, tuangkan pada lembar tugas yang Anda miliki!
1. Untuk mengukur keberhasilan peserta didik yang lebih berkualitas, maka guru dapat
melakukan evaluasi melalui sistem:
A. PAP C. PAP dan PAN
B. PAN D. Tes Keterampilan
2. Komponen penilaian yang dapat diukur dalam pembelajaran pendidikan jasmani adalah:
A. Kognitif C. Psikomotor
B. Afektif D. Semua benar
3. Pengukuran hasil belajar pada pembelajaran pendidikan jasmani dan olahraga harus
dilakukan dengan cara:
A. Parsial C. Performance
B. Komprehensif D. Semua benar
4. Tujuan pembelajaran pendidikan jasmani dan olahraga di tingkat SD lebih difokuskan pada:
A. Kebugaran jasmani C. Fundamental motor skills
B. Multilateral movement D. Semua benar
5. Tujuan evaluasi dalam pembelajaran pendidikan jasmani dan olahraga adalah:
A. Ingin tahu C. Membuat keputusan
B. Menentukan program D. Semua benar
BALIKAN DAN TINDAK LANJUT
Cocokanlah jawaban Anda dengan kunci jawaban Tes Formatif 4 yang terdapat pada
bagian akhir Modul ini. Hitunglah jawaban Anda yang benar, kemudian gunakan rumus di
bawah ini untuk mengetahui tingkat penguasaan Anda terhadap materi Kegiatan Belajar (KB 4).
Rumus:
Jumlah jawaban Anda yang benar
Tingkat Penguasaan = x 100%
5
Arti tingkat penguasaan yang Anda capai:
90 % - 100 % = Baik Sekali
80 % - 89 % = Baik
70 % - 79 % = Cukup
< 69 % = Kurang
Apabila Anda mencapai tingkat penguasaan 80% ke atas, Anda dapat meneruskan dengan
kegiatan belajar, Bagus! Akan tetapi apabila tingkat penguasaan Anda masih di bawah 80%,
maka Anda harus mengulang KB 4 terutama bagian yang belum Anda kuasai.
KUNCI JAWABAN BBM 1
Tes Formatif 1 Tes Formatif 2
1. D 1. D
2. C 2. D
3. A 3. C
4. C 4. A
5. B 5. C
Tes Formatif 3 Tes Formatif 4
1. A 1. A
2. A 2. D
3. D 3. B
4. D 4. B
5. C 5. C
GLOSARIUM
1. Ability adalah kemampuan yang bersifat inhern (di dalam diri individu)
2. Akurasi adalah ketepatan
3. Environment adalah lingkungan yang mendukung PBM
4. Fundamental Motor Skills adalah keterampilan gerak dasar
5. Lokomotor adalah gerak berpindah dari satu tempat ke tempat lain
6. Manipulatif adalah gerak rekayasa
7. Modifikasi adalah menyederhanakan fasilitas pembelajaran
8. Reciprocal adalah saling koreksi dengan teman pasangannya
9. Strategi adalah upaya guru dalam mencapai tujuan
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Kadir, Ateng, (1992). Azas-azas dan Landasan Pendidikan Jasmani. Jakarta Depdikbud.
Ditjen Ddikti. P2LPTK.
Aip Syarifuddin, (1996), Belajar Aktif Pendidikan Jasmani dan Kesehatan untuk
Sekolah Dasar kelas I sampai dengan VI, (Jakrta: Penerbit PT. Gramedia.
Asim, (2000), Kompetensi Guru Pendidikan Jasmani, Jurnal ISDEK Olahraga Volume 2 No. 2
Mei 2002, hal. 124-128.
Corbin, et.al. (1979). Concepts in Physical Education: With Laboratories and Experiments. Edisi
Ke-3.Iowa: Wm. C. Brown Company Publishers.
Depdiknas, (2004). Kurikulum tahun 2004: Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: Depdiknas
Lavay W.B., French R., dan Henderson L.H., (1997). Positive Behavior Management Strategies
for Physical Educators, Human Kinetics.
Mosston, M., & Ashworth, S. (1994). Teaching Physical Education, Edisi ke-4. USA:
Macmillan College Publishing Company, Inc.
Ngasmain dan Soepartono, (1997). Modifikasi Olahraga dan Model Pembelajarannya sebagai
Strategi Pembinaan Olahraga Usia Dini Bernuansa Pendidikan. Makalah disajikan pada
Konferensi Nasional Pendidikan Jasmani dan Olahraga. Bandung 22-23 September
Pangrazi, P.R., & Dauer, P.V. (1992). Dynamic Physical Education for Elementary School
Children. Edisi ke-7, New York: Allyn dan Bacon.
Rusli Lutan, & Cholik, T. (1997). Strategi Pembelajaran Pendidikan Jasmani dan Kesehatan.
Buku Materi Pokok, Depdikbud-Dikdasmen, BP2MG Penjaskes Setara D-II, Universitas
Terbuka, Jakarta.
Tamura K dan Amung M. (2003). A Way for a Change: To Realize Rich Physical Education in
Indonesia. Paper. Yogyakarta: Ditjen Olahraga. Depdiknas, International Conference on
Sport and Sustainable Development.